CORONA KEPRI

Cerita Pedagang Akau Potong Lembu Tanjungpinang saat PPKM Level 4: Pengunjung Waswas

Sejumlah pedagang di Akau Potong Lembu Tanjungpinang mengeluhkan dampak PPKM Level 4. Omzet menurun akibat sepinya pembeli yang datang

Penulis: Novenri Halomoan Simanjuntak | Editor: Dewi Haryati
tribunbatam.id/Noven Simanjuntak
Cerita Pedagang Akau Potong Lembu Tanjungpinang saat PPKM Level 4: Pengunjung Waswas. Foto suasana di lokasi kuliner Akau Potong Lembu Tanjungpinang, Sabtu (24/7/2021) saat penerapan PPKM Level 4 

TANJUNGPINANG, TRIBUNBATAM.id - Sejumlah pelaku usaha di Tanjungpinang mulai mengeluhkan dampak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat atau yang kini disebut PPKM Level 4.

Pasalnya omzet mereka menurun akibat sepinya aktivitas ekonomi dari para pembeli.

Hal itu diungkapkan oleh sejumlah pelaku usaha yang hari-harinya menggantungkan nasib dari hasil penjualan semalam di Akau Potong Lembu Tanjungpinang.

Lokasi kuliner yang banyak dikunjungi warga Tanjungpinang maupun pendatang itu, kini sepi karena tak terbentangnya meja dan kursi sebagaimana biasanya.

Seorang penjual makanan seafood, Sartia (36) mengaku selama PPKM berlangsung usahanya tak sanggup untuk terus beroperasi lantaran sepinya pengunjung yang datang.

Baca juga: PPKM Level 4 di Batam, Polda Kepri Salurkan 400 Paket Beras ke Masyarakat

Baca juga: PPKM Level 4, Jumlah Penumpang Pesawat di Bandara RHF Tanjungpinang Menurun

Ia pun memilih untuk menutup dagangannya sementara hingga pemasangan meja dan kursi diizinkan kembali, meskipun dengan jumlah yang sedikit sesuai penerapan protokol kesehatan.

"Memang penghasilan kami di sini, mata pencaharian kami ada di sini. Dengan diperpanjang begini gak taulah lagi bagaimana kami jadinya," katanya, saat ditemui di Akau Potong Lembu, Sabtu (24/7/2021) sore.

Dari informasi yang didapatnya, PPKM Level 4 di Tanjungpinang berlaku hingga tanggal 25 Juli 2021. Setelah itu, Sartia belum tahu lagi apa keputusan pemerintah selanjutnya.

Sementara itu, ia menyampaikan kondisi perekonomian keluarganya semakin sulit selama tidak berjualan. Alhasil pemasukan pun tak ada. Sedangkab pengeluaran untuk kebutuhan dan lain sebagainya jauh lebih besar.

"Kita di rumah saja, lantas utang juga gak bisa kebayar. Buat kebutuhan makan pun jadinya harus lebih irit. Buat jajan anak juga terancam. Ya bagaimana mau dibilang," ucapnya.

Ia mengaku, sebelum penerapan PPKM Darurat dan PPKM Level 4 di Tanjungpinang omzet yang didapatnya bisa mencapai Rp 500 ribu ke atas. Namun semenjak PPKM penghasilannya menurun hingga akhirnya memilih untuk menutup dagangannya.

"Kalau masih normal, istilahnya masih bisalah dapat jajan buat anak dan hidup kita masih terjamin. Tapi semenjak PPKM ini justru kebalik, malah menguras isi dompet lebih besar dibanding pemasukan," ungkapnya.

Ia pun sempat menyayangkan mengapa tidak diperbolehkannya para pedagang memasang meja dan kursi untuk pengunjung, meski dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

"Katanya untuk memutus mata rantai Covid, tapi logika sajakan macam pasar yang begitu. Kenapa masih bisa buka. Kami sudah buat jarak dan hanya dua orang semeja saja diusir. Bagaimanalah kalau gitu," sebutnya.

Ia melanjutkan, saat ini pengunjung yang datang mulai waswas dan selalu mengkhawatirkan kedatangan petugas patroli apabila ingin belanja.

"Jadi takut mereka, selalu nanya ke kami jam berapa petugas datang," tuturnya.

Sartia pun menjelaskan, meski tidak berjualan sejumlah pedagang juga wajib membayar setoran bulanan lapak maupun kebersihan dan lampu kepada dua pihak penerima.

"Untuk lapak per harinya kita bayar Rp 13 ribu untuk lampu dan kebersihan, itu kalau buka dan itu dibayar ke BUMD Tanjungpinang. Perbulannya 350 ribu itu wajib kita berikan ke pemilik lahan Akau.

Jadi ada dua pembayaranlah di sini," terangnya.

Senada, Jaffar penjual sate di Akau Potong Lembu juga merasa omzetnya menurun drastis hingga untuk bertahan harus mengurangi jumlah modal bahan setiap harinya.

Biasa pendapatannya lumayan untuk dibawa pulang, namun selama PPKM penghasilannya kian hari kian terpuruk.

"Memang hancur kali penjualan. Kita pun belanja untuk jualan mulai dikurangi biarlah dapat sedikit yang penting tetap jalan karena hanya ini mata pencaharian kami sekarang," ucapnya.

Untuk sistem berjualan di Akau, pihak penjual makanan bekerja sama dengan penjual minuman. Hal itulah yang membuat pihaknya kembali meminta ke petugas patroli untuk dapat diberikan kemudahan dengan memasang beberapa meja asal sesuai prokes.

"Kalau minuman tidak dikasih kelonggaran masang meja, bisa jadi susah kami. Kami kemarin sudah konfirmasi ke petugas patrolinya kami minta 4-5 meja saja dibentangkan, tapi kami pastikan dengan protokol kesehatan kalau gitukan bisa jadi ada perputaran modal.

Tapi tidak juga ya bagaimana lagi jadinya ini," terangnya.

Lebih lanjut, ia menilai saat ini para pedagang dan petugas patroli terkesan seperti kucing-kucingan setiap kali hendak berjualan di Akau Potong Lembu.

"Ya karena adanya ancaman itu. Katanya bisa disegel atau dinonaktifkan sementara atau untuk selamanya. Kita gak tahu ya kita takut jugalah jadinya," jelasnya lagi.

Bila dibandingkan pendapatan saat normal dulu bisa meraup Rp 500-700 ribu per malam, namun kini penghasilannya terjun bebas hingga hanya mengantongi Rp 100-200 ribuan per malam.

"Jauhkan perbandingannya, macam mana lah kita mau mutar modal dan untung. Belum lagi pinjaman kita di Bank tapi Alhamdulillah pihak bank masih ada toleransinya," ujarnya.

(Tribunbatam.id/Noven Simanjuntak)

Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google

Berita Tentang Tanjungpinang

Berita Tentang Corona Kepri

Sumber: Tribun Batam
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved