LINGGA TERKINI

Anggota DPR RI Abdul Wahid Bakal Surati Kapolri Hingga Menteri Terkait Tambang di Lingga

Anggota Komisi VII DPR RI Abdul Wahid kaget ketika melihat aktivitas sejulah perusahaan tambang yang beroperasi di Pulau Singkep Lingga.

Penulis: Febriyuanda | Editor: Septyan Mulia Rohman
TribunBatam.id/Istimewa
Anggota Komisi VII DPR RI, Abdul Wahid saat mengecek aktivitas di hutan Pulau Singkep bersama Wakil Bupati Lingga, Neko Wesha Pawelloy, Selasa (17/8). 

LINGGA, TRIBUNBATAM.id - Anggota Komisi VII DPR RI Abdul Wahid dibuat geram ketika melihat aktivitas tambang di Pulau Singkep, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepri.

Saking geramnya, politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) meyakinkan akan membuat laporan ke Kapolri hingga Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Abdul Wahid diketahui berkunjung ke Lingga sejak Senin (16/8) lalu.

Wakil rakyat di Senayang yang membidangi energi, industri, riset dan teknologi ini terkejut ketika melihat aktivitas perusahaan PT Yeyen Bintan Permata di Desa Tinjul, Kecamatan Singkep Barat.

Perusahaan yang memegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi sejak tahun 2010 dan mendapat perpanjangan izin tahun 2018, namun tidak mengurus Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan dari Menteri LHK.

Saat melakukan kunjungan ke lokasi IUP PT Yeyen Bintan Permata, anggota DPR RI dari daerah pemilihan (dapil) Riau itu bahkan tak menemukan seorang pun karyawan atau pengurus perusahaan yang menampakkan batang hidungnya.

"Kami tidak anti investasi, tapi patuhi aturan mainnya.

Bayangkan sudah 11 tahun mengantongi IUP dan menambang di kawasan hutan tanpa izin Menteri LHK.

Ada apa ini? Siapa yang bertanggungjawab terhadap kerusakan hutan ini," kata Wahid.

Abdul Wahid semakin geram setelah mengecek koordinat lokasi tambang perusahaan yang beroperasi di kawasan hutan tanpa izin.

Perusahaan juga mengangkut mineral dari luar IUP.

"Ini jelas pidana. Aparat penegak hukum tak boleh membiarkannya," tegasnya.

Terhadap kegiatan penambangan di kawasan hutan tanpa izin dan di luar IUP, Abdul Wahid menyebut PT Yeyen Bintan Permata dapat dijerat dengan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan UU No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Wahib menjelaskan, dalam Pasal 17 ayat (1) UU No 188 Tahun 2013, setiap orang dilarang membawa alat-alat berat, melakukan kegiatan penambangan, mengangkut, membeli dan menjual hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri.

"Bagi yang melanggar dapat dipidana penjara paling singkat 8 tahun dan paling lama 20 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp20 miliar dan paling banyak Rp50 miliar,” ujarnya.

Sumber: Tribun Batam
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved