DEMO BURUH DI BATAM
Polemik UMK Batam 2021, Aliansi Buruh Belum Tutup Pintu Musyawarah dengan Gubernur Kepri
Perwakilan buruh sebut, pihaknya tidak menutup pintu musyawarah dengan Gubernur terkait UMK Batam 2021. Namun Gubernur hingga kini tak bisa ditemui
BATAM, TRIBUNBATAM.id - Perwakilan buruh di Batam berharap DPRD Batam memberikan dukungan terhadap perjuangan yang dilakukan buruh saat ini.
Sebab, proses kasasi yang dilakukan Gubernur Kepri ke Mahkamah Agung (MA) terkait UMK Batam 2021 diprediksi tidak akan selesai dalam waktu 3 bulan.
Hal ini disampaikan perwakilan Serikat Pekerja Serikat Buruh (SP/SB) Batam, Ramon, saat Forum Group Discussion (FGD) yang digelar Komisi IV DPRD Batam bersama Aliansi Serikat Buruh di Batam, Disnaker Batam serta Badan Pusat Statistik (BPS) Batam.
FGD ini dilakukan terkait Upah Minimum Kota (UMK) Batam tahun 2022 dan putusan dari PTTUN Medan terkait dengan UMK Batam tahun 2021.
Ramon mengatakan, buruh di Batam baru mendapatkan kabar jika kasasi yang dilakukan Gubernur Kepri ke MA terkait UMK Batam tahun 2021 baru teregistrasi pada tanggal 5 Januari 2022 lalu.
Dimana, berkas kasasi yang diajukan itu pada tanggal 2 November 2021.
"Kemungkinan akan selesai lebih dari tiga bulan. Jadi kita membuat Posko Keprihatinan Upah itu untuk mengawal kasasi tersebut sampai selesai," katanya.
Ia melanjutkan, buruh di Batam akan kembali turun ke jalan, untuk menuntut pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja yang menjadi tuntutan buruh seluruh Indonesia. Serta meminta Gubernur merevisi SK 1373 terkait dengan UMK Batam tahun 2022.
Baca juga: Kadisnaker Tanggapi Aksi Buruh di Batam: Wajar Asal Masih Kondusif
Baca juga: Aliansi Buruh Tunggu Kedatangan Wali Kota Batam, Apa yang Diperjuangkan?
"Tuntutan kita tidak akan lari dari Gubernur harus merevisi SK 1373. Setelah nanti putusan MA itu keluar, itu nanti akan ada revisi. Gubernur mau atau tidak untuk merevisi," tuturnya.
Adapun tujuan utama buruh melakukan aksi ini tidak lain untuk upah layak di Batam. Sebab, kenaikan upah sebesar 0,85 persen atau sekitar Rp 35 ribu masih jauh dari upah layak berdasarkan penghitungan BPS sekitar Rp 7 juta.
Sementara jika Gubernur Kepri tetap bersikeras untuk tidak mencabut SK 1373 itu, Ramon menegaskan bahwa buruh di Batam akan melakukan aksi yang lebih besar.
"Jadi kalau memang keputusan MA itu harus dilakukan revisi SK lama atau menerbitkan SK baru, itu harus dilakukan," tegasnya.
Ia menambahkan, buruh di Batam tidak menutup pintu musyawarah dengan Gubernur. Namun kenyataannya saat ini, buruh justru tidak bisa bertemu dengan Gubernur untuk melakukan musyawarah.
"Bahkan kita ketemu dengan DPRD Provinsi, bertemu dengan Wakil Ketua DPRD Provinsi. Tapi hingga saat ini tidak ada jalan untuk ketemu dengan Gubernur. Tapi kalau sudah sampai MA itu putus, itu sudah tak ada musyawarah lagi dan itu harus dijalankan," ujarnya.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPRD Batam sekaligus pimpinan FGD, Mochamad Mustofa mengatakan, FGD ini dilakukan DPRD Batam sebagai perwakilan masyarakat di Batam.
Apalagi, di area DPRD Batam ada aksi keprihatinan upah yang dilakukan buruh.
Maka Komisi IV DPRD Batam mencoba untuk memfasilitasi agar buruh bisa bertemu dengan seluruh fraksi di DPRD Batam.
"Berhubung ada beberapa kegiatan dan beberapa pembahasan lain, ada fraksi yang hadir dan ada yang tidak hadir," kata Mustofa dari Fraksi PKS.
Diakuinya tujuan permintaan dari buruh Batam untuk bertemu dengan seluruh fraksi di DPRD Batam yakni untuk menjelaskan ke masyarakat agar tidak berpandangan negatif atas aksi yang dilakukan buruh di Taman Aspirasi.
"Dari FGD ini, tentu kami akan melaporkan hasilnya ke pimpinan, seperti permintaan mereka," katanya.
Dalam FGD tersebut, BPS menjelaskan kebutuhan hidup di Batam untuk setiap keluarga di Batam minimal sekitar Rp 7 juta. Artinya kata Mustofa, tuntutan yang dilakukan buruh berdasar dan masuk akal.
"Cuma tuntutan mereka tidak bisa dipenuhi aturan yang lain. Begitu juga untuk inflasi di Batam, ternyata inflasi yang sekarang digunakan untuk upah adalah batas minimum bukan tengah. Maksimumnya di angka 2,7 persen," katanya.
Penentuan upah beradasarkan inflasi minimum merupakan kewenangan dari pemerintah pusat dengan menggunakan PP 36.
Ia menambahkan, FGD ini tidak lain untuk mengakomodir apa yang telah disampaikan buruh selama ini.
Selanjutnya, usulan buruh Kota Batam akan diproses ke pimpinan Komisi IV dan pimpinan Komisi IV akan meminta kepada pimpinan DPRD terkait dengan kemungkinan mengeluarkan surat permohonan untuk proses keputusan upah di MA dipercepat.
"Makanya kita nanti kita butuh konsultasi. Karena kewenangannya berbeda. Mereka lembaga yudikatif dan kita lembaga legislatif. Kan tidak boleh mengintervensi," katanya. (tribunbatam.id / Roma Uly Sianturi)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google