HUMAN INTEREST
KISAH Pedagang Rempah di Anambas, Tetap Bertahan Meski Sepi hingga Dagangan Layu
Erni, seorang pedagang rempah di Pasar Inpres Tarempa mengisahkan sulitnya mencari uang selama pandemi covid-19.
Penulis: Novenri Halomoan Simanjuntak |
ANAMBAS, TRIBUNBATAM.id - Perempuan berkemeja hitam motif garis warna merah dan putih dengan kerudung merah membungkus kepalanya terlihat begitu sibuk.
Langkah kakinya yang pendek mondar-mandir dari satu lapak ke lapak lain yang ada di hadapannya. Kira-kira jaraknya tak lebih dari dua meter.
Sesekali kedua jemari tangannya yang tampak keriput itu menyentuh sejumlah barang dagangan, menatanya lalu menumpukkannya agar terlihat rapi.
Nada suaranya terasa lembut dan meyakinkan saat melayani para pembeli yang singgah ke lapak dagangannya.
Saat tiba waktunya transaksi, dengan cekatan ia menghitung sejumlah barang belanjaan lalu memasukkannya ke dalam kantong plastik hitam dan menyerahkannya ke pembeli.
Erni telah terbiasa berjualan rempah-rempah dan bumbu dapur seorang diri di Pasar Inpers Tarempa tanpa kehadiran suami dan anaknya.
Pasalnya Ia tak bisa berharap banyak dan memaklumi keadaan suaminya yang baru saja sembuh dari sakit parah dua bulan lalu yang lalu.
Itu pula yang akhirnya membuat Erni kesiangan saat berangkat jualan setiap harinya.
Baca juga: BATAM Juara Pertama Sepak Takraw Ajang Popda VIII Kepri di Bintan
Terhitung telah sepuluh tahun lamanya, perempuan asal Sumatera Barat yang lahir di Tarempa itu bertukul lumus menjadikan profesinya sebagai tumpuan pundi-pundi bertahan hidup.
Sejak pandemi Covid-19 melanda dua tahun lalu hingga kini omset dagangan Erni begitu merosot, daya beli hingga kunjungan dari masyarakat diakuinya sangat sepi.
Hal itu pula yang membuat Erni tak berani menempuh resiko untuk memperbanyak stok barang dagangannya sebab khawatir tak laku dan rusak terbuang.
"Pasar sekarang ini sepi, saya tak berani jual barang banyak-banyak, takut nggak laku nantinya rusak dan busuk habis terbuang juga," akuinya.
Tangannya mengarah dan menunjuk jenis dagangannya yang telah layu dan belum terjual sejak berhari-hari lalu.
"Itu seperti sayur kol putih udah mulai layu dan petai juga udah kering, udah berhari-hari lalu nggak laku. Dagangan saya ini nggak banyak, hanya sedikit aja tapi diusahakan lengkap meskipun beresiko juga," tutur ibu dua anak itu.
Di tengah situasi sepi pembeli itu, sesekali Erni pun memilih untuk menutup lapak dagangannya hingga waktu yang cukup lama berharap adanya pengunjung yang singgah untuk membeli dagangan.