KISAH Satgas Pasang Surut, Penjaga Pesisir Batam Bersih dari Sampah

Warga Batam mungkin banyak yang tak tahu Satgas Pasang Surut. Padahal tugas mereka vital menjaga pesisir Batam bersih dari sampah. Berikut kisahnya.

TribunBatam.id/Roma Uly Sianturi
Anggota Satgas Pasang Surut saat menjalankan tugasnya membersihkan pesisir Batam dari sampah rumah tangga. Berikut ini suka duka mereka dalam bertugas. 

BATAM, TRIBUNBATAM.id - Tangan Muhammad Yamin dan Raja Asri tetap memungut sampah di pesisir Tanjung Uma Batam meski awan gelap dan rintik hujan mulai turun, Rabu (12/10/2022).

Dua pria itu fokus memungut sampah laut di sudut pesisir Tanjung Uma Batam.

Berbekal sarung tangan, sepatu bot dan garu, Yamin sibuk menggaruk sampah laut yang telah mengendap di pesisir Tanjung Uma Batam.

Sedangkan Raja Asri mengumpulkan dan memasukkannya ke dalam kantong hitam besar.

Tugas itu kadang bergantian mereka lakukan.

Setelah penuh, sampah itu dipikul, lalu diletakkan di pinggir pantai dan kembali memungut lagi.

Baca juga: Polisi dan Warga Pesisir Tanjungpinang Bersihkan Sampah di Laut

Sampah yang terkumpul itu nantinya akan diangkut mobil bak terbuka atau motor roda tiga milik kecamatan.

Begitulah pekerjaan keduanya dari Senin sampai Sabtu sejak pukul 8 pagi hingga 4 sore.

"Sehari kita bisa kumpulkan sampai 20 kantong, dari Senin sampai Sabtu. Sekantong kurang lebih 25 kilo. Mulai kerja dari jam 8 pagi sampai jam 4 sore, tak tentu juga. Kerja lihat kondisi sampah, kalau masih banyak, bisa lebih. Sebenarnya tidak ditentukan berapa-berapa harus dikumpulkan, kita saja yang inisiatif 20 kantong," tutur Yamin sembari melepas lelah di gubuk kecil tempat keduanya biasa berteduh.

Muhammad Yamin dan Raja Asri merupakan anggota Satgas Pasang Surut.

Tugas utama mereka adalah membersihkan sampah di pesisir laut, khususnya RW 08 Tanjung Uma.

Dulunya mereka berada dalam naungan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP).

Setelah berganti menjadi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) di tahun 2017, mereka dipegang langsung oleh Kecamatan.

Mereka bekerja dengan sistem kontrak. Jika dihitung secara keseluruhan, pekerja kebersihan di darat dan di laut Kecamatan Lubuk Baja berjumlah 20 orang, khusus pesisir Tanjung Uma hanya Yamin dan Raja.

Baca juga: Nutriclass 2022 Bagikan Tips Hidup Sehat, Mulai Atur Menu hingga Pilah Sampah

"Saya berdua aja di Tanjung Uma. Kalau secara wilayah kerja, kita ini seluruh Lubuk Baja, tapi khususnya di sini (RW 08, Tanjung Uma)," katanya.

Sebelas tahun sudah Yamin atau lebih akrab disapa Param ini membersihkan sampah di pesisir Tanjung Uma.

Saat ia baru memulai pekerjaannya pada tahun 2011 lalu, sampah di sana setinggi lututnya.

"Mana bisa kita garu sampah setinggi lutut gitu. Langsung masukkan aja ke kantong," katanya mengingat kilas balik awal mula ia membersihkan sampah itu.

Kerja yang mereka lakukan, menurutnya harus diberi nilai lebih oleh pemerintah. Bagaimana tidak, kondisi sampah di lokasi itu sudah mulai berkurang dan terlihat lebih bersih.

Namun, nyatanya upah keduanya tak kunjung naik dan bertahan di angka Rp 3.5 juta. Mereka tak mengeluh, hanya saja berharap lebih jika memungkinkan.

SAMPAH Laut Tak akan Pernah Habis

Param menilai sampah di laut tempat biasa ia dan Raja bersihkan tampaknya sulit untuk habis, karena sampah itu datang bersama air pasang. Saat air surut sampah-sampah akan mengendap.

Pekerjaan Param dan Raja akan berlipat ganda kala masuk di musim Utara. Angin kencang beserta arus turut membawa sampah entah dari mana asalnya.

Baca juga: Sampah Berserakan di Pasar Tos 3000 Batam Buat Warga Tutup Hidung saat Melintas

"Sampah ini kan bukan murni dari warga, walaupun memang ada juga yang buang ke laut, ini juga datang dari pasar TOS 3000 dan Pasar Induk Jodoh. Pengaruh air naik juga, apalagi musim Utara, pas bulan sepuluh [Oktober] sampai Februari. Sampah jauh lebih banyak, 20 kantong yang biasa, bisa jadi lebih. Bisa sampai 60 kantong," ujarnya sembari sesekali melihat ke arah ponselnya.

Param bercerita, dulu Satgas Pasang Surut pernah menggunakan perahu untuk mengangkut sampah di laut. Namun, di 2015, perahu itu rusak dan tak lagi bisa diperbaiki. Saat ini ia hanya memungut sampah di pinggiran dengan alat seadanya.

“Pompong yang kayu rusak, jadi yang bisa kita jangkau saja. Saya sudah ajukan lagi yang fiber tapi takada dapat. Saya sudah lapor Kecamatan, DLH. Pompong itu dulu untuk keliling laut Harbour Bay sampai Batu Ampar, 2011 sampai 2015. Anggaran perawatan ada. Diperbaiki rusak, perbaiki dempul dan cat saja. Boat speed aja. Mesin sudah ada,” katanya.

Permasalahan sampah juga ada di Kampung Agas RW 04, Kelurahan Tanjung Uma, Kecamatan Lubuk Baja. Nasib berbeda meski satu Kelurahan.

Sampah di RW 04 takada yang mengurusinya. Sampah itu dibiarkan mengendap, dan mengeluarkan bau-bau tak sedap.

Param mengatakan, RW 04 bukanlah tanggung jawab mereka. Meski lokasinya tak begitu jauh dengan wilayah kerja Param dan Raja, RW 04 tidak masuk dalam wilayah yang harus dibersihkan Satgas Pasang Surut.

"Wilayah kerja kami sini saja (RW 08). Kalau di sana bukan wilayah kita, bawah kolong rumah orang macam mana hendak ngambil. RW 04 dari dulu tak pernah diangkut, di sini tiap hari diambil," katanya sembari mengelap butiran keringat di wajahnya.

Baca juga: Polsek Bengkong Batam Buru Pelaku Pembuang Bayi di Tong Sampah

Sebelas tahun sudah ia menjalani pekerjaan sebagai Satgas Pasang Surut, berbagai suka dan duka telah mereka lewati, tapi menurut Param, lebih banyak sukanya.

"Ada juga yang tak sedap, macam orang buang sampah pas petugas lagi mungut. Lagi sedap kerja warga buang sampah, macam mana tak marah. Bertekakklah, sampai saya bilang, ‘abang punya otak, tak?’ Mohon maaf. Kadang sudah saya laporkan, orang kita juga," sesalnya.

Di lokasi tempat keduanya mencari nafkah itu rencannya akan dibangun Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) oleh Badan Pengusaha (BP) Batam.

Berdasarkan data yang diperoleh dari BP Batam, tak hanya Tanjung Uma, untuk Kota Batam sendiri rencannya akan ada tujuh titik pembangunan IPAL.

Jika IPAL benar dibangun, kemungkinan sampah di Tanjung Uma juga akan ikut berkurang. Hal ini justru menimbulkan kekhawatiran bagi Param dan Raja. Mereka khawatir, lapangan pekerjaan mereka akan hilang, karena takada lagi sampah laut yang akan mereka bersihkan.

Baca juga: Wakil Walikota Batam Sedih Sampah Warga Perumahan Taman Yasmin Lambat Diangkut

"Harapannya kalau benar IPAL itu dibangun, kalau sampah bekurang Alhamdulillah. Tapi jangan sampai takade sampah, kami diputuskan kerje, saye dari 2012 kerja banteng tulang, jangan pulak bersih saya dibuang," ujarnya.

Di bagian Barat Kota Batam, berjarak 24 kilometer dari Tanjung Uma, tepatnya di Tanjung Riau, Sekupang, Batam, Khaidir (36) dan rekannya Rahmat Jufri juga bertugas menjaga kebersihan laut. Khaidir dan Param sama-sama memulai pekerjaan ini pada 2012 silam.

Menurutnya, Satgas ini ada di tiga wilayah Kota Batam, yakni Tanjung Uma (Kecamatan Lubuk Baja), Tanjung Riau (Sekupang) dan Bengkong Sadai (Bengkong).

"Kalau Bengkong Sadai, Wallahualam. Tak pernah dengar kabar lagi,” kata Khaidir saat ditemui.

Berbeda dengan nasib Param, Khaidir justru lebih beruntung. Meski tak dapat pompong fiber yang mereka ajukan, ia mendapat pompong kayu bermesin tempel 20 PK.

“Pompong ada, waktu itu masih di Dinas Kebersihan, boat itukan rusak sekitar 2018, diperbaiki tapi tak bisa, terlalu banyak yang rusak. Tapi kami Alhamdulillah baru tahun ini (2022) dapat hibahan dari Pariwisata. Memang pernah kami ajukan speed viber tapi namanya juga hibah,” ujar pria tambun itu.

Jika Param dan Raja Asri dalam sehari bisa memungut 20 kantong sampah, Khaidir hanya tujuh kantong. Sampah diTanjung Riau menurutnya tidak separah di Tanjung Uma.

Baca juga: Peringati World Cleanup Day 2022, Warga Batam Pilah Sampah dan Dijual ke Bank Sampah

"Hitungan sedang tujuh kantong, biasa kalau musim Utara lebih banyak,” katanya.

Terkait pengupahan, mereka mendapatkan jumlah yang sama. Hanya saja, mereka mendapat tambahan untuk perawatan pompong per tiga bulan sekali. Kurang lebih Rp1 juta.

"Paling ganti tali kalau bocor, cat sama minyak. Oli mesin,” katanya.

Selama kurang lebih 11 tahun bekerja, ia bersyukur kontraknya masih diperpanjang dan gajinya masih lancar.

"Dukanya mulut warga. Jumpa yang buang langsung takada, hanyut baru ada. Kalau ada, itu lebih menyakitkan lagi,” ujarnya dengan suara pelan.

Khaidir berharap, sampah semakin bekurang, kesadaran masyarakat untuk tidak buang sampah sembarangan.

"Apalagi daerah kami ini kan juga tempat wisata. Sekarang sudah jauh lebih bersihlah. Untuk ngangkat sampah juga tak susah, banyak mobil untuk buang ke TPS," ujarnya.

Param, Khaidir, Raja dan Rahmat Jufri bagian kecil dari masyarakat yang dipekerjakan untuk mengatasi masalah sampah laut di pesisir Batam.

Tak hanya mereka berempat, harusnya kita sebagai masyarakat pesisir juga mengambil tugas yang sama, tak membuang sampah ke laut atau mungkin mengingatkan untuk bersama-sama menjaga laut bersih.

Harapan mereka tidak besar, hanya saling menghargai kala mereka bekerja, dan upah layak demi pesisir lebih bersih.(TRIBUNBATAM.id / Roma Uly Sianturi)

Baca juga Berita TribunBatam.id lainnya di Google

Sumber: Tribun Batam
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved