BINTAN TERKINI
CUHAT Peternak Bintan Terimbas PMK, Kandang Tujuh Bulan Kosong
Peternak di Bintan mengungkap kondisinya sejak kasus PMK muncul di Pulau Bintan. Kebijakan dan solusi membuat semuanya kian pelik.
Penulis: Alfandi Simamora | Editor: Septyan Mulia Rohman
BINTAN, TRIBUNBATAM.id - Penyakit Mulut dan Kuku atau PMK di Bintan begitu dirasakan Purwanto.
Kandang ternak Purwanto, tepatnya di Kelurahan Toapaya Asri yang biasa banyak kini kosong sejak PMK di Bintan.
Purwanto yang akrab disapa Teguh mengaku hanya bisa pasrah sejak muncul kasus PMK di Bintan.
Kondisi kandang ternak tempatnya mencari nafkah pun kini terbengkalai.
Mengenakan kaos warna hijau tua, ia sudah berupaya keras agar ternak bisa masuk Bintan, dengan segala keterbatasan yang ada.
Salah satunya dari Lampung dan Kuala Tungkal, Provinsi Jambi.
Baca juga: Cegah Penyebaran PMK, Karantina Pertanian Tanjungpinang Tolak Kambing Asal Batam
"Saya sudah kordinasi sama karantina, Dinas, dan hingga Gubernur Kepri untuk memberikan solusi terhadap harapan kita ini. Tapi sampai sejauh ini belum ada solusi. Mau tidak mau memang jadinya begini," ucapnya kepada TribunBatam.id, Senin (21/11/2022).
Sejak kasus PMK banyak di Indonesia, jalur yang saat ini dibuka dan diperbolehkan untuk mengangkut ternak hanya melalui Nusa Tenggara Timur (NTT) yang disebut zona hijau.
Dampak kebijakan ini, ia harus mengeluarkan biaya yang cukup besar dibanding dari Lampung, Jawa ataupun Kuala Tungkal.
Tak main-main, Purwanto harus mengeluarkan uang hingga satu Miliar Rupiah untuk menggunakan kapal mengangkut sapi dengan kapasitas 500 ekor menggunakan tol laut jika ingin sapi pesanannya bisa sampai ke Bintan.
Sehingga dirinya tidak bisa memesan hewan kurban sapi atau kambing dari sana.
Baca juga: Ratusan Ternak Sapi di Karimun Terima Vaksin PMK Dosis Kedua
"Jadi pertama biaya operasional lebih tinggi. Sementara kemampuan kita hanya 100-200 ekor. Jika tetap dipesan dengan jumlah segitu, kita tekor di biaya operasional untuk kapalnya," ucapnya.
Ditanya perihal kebutuhan sapi selama satu tahun di Pulau Bintan, dirinya menyebutkan untuk kebutuhan sapi mencapai 4.000 ekor.
Rinciannya untuk bibit petani 1.500 ekor, untuk kebutuhan pasar atau pedagang 1.500 ekor dan untuk kurban sekitar 1.000 ekor lebih.
Selain Teguh, sejumlah peternak yang ada di pulau bintan juga mengeluhkan hal serupa.