BERITA KRIMINAL

Oknum Purnawirawan TNI Pelanggaran HAM Berat di Papua Dapat Vonis Bebas

Kejaksaan Agung bersikap setelah tahu oknum purnawirawan TNI terjerat pelanggaran HAM berat di Papua dapat vonis bebas majelis hakim.

TribunBatam.id via Kompas.com/Hendra Cipto
SIDANG PELANGGARAN HAM BERAT DI PAPUA - Sidang pelanggaran HAM berat di Papua. Majelis hakim memvonis bebas oknum purnawirawan TNI yang sebelumnya dijerat pelanggaran HAM berat di Paniai, Papua Tengah. Foto saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) membacakan dakwaan kepada perwira penghubung Komando Distrik Militer (Dandim) 1705/Paniai dalam sidang perkara dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat Paniai, Papua dengan tuntutan hukuman 10 tahun penjara. 

JAKARTA, TRIBUNBATAM.id - Oknum purnawirawan TNI yang terjerat pelanggaran HAM berat di Paniai, Papua Tengah mendapat vonis bebas.

Vonis bebas oknum purnawirawan TNI bernama Mayor (Purn) Isak Sattu yang terjerat pelanggaran HAM berat di Paniai, Papua Tengah itu disampaikan majelis hakim Pengadilan HAM pada PN Makassar pada Kamis (8/12/2022).

Kejaksaan Agung alias Kejagung RI pun mengambil sikap dengan vonis bebas yang diberikan oknum purnawirawan TNI yang terjerat pelanggaran HAM di Paniai, Papua Tengah.

Memori kasasi pun telah dikirim ke hakim ad hoc Pengadilan Negeri Hak Asasi Manusia (HAM) Makassar pada Selasa (20/12/2022) lalu.

"Menyatakan kasasi sudah, memberikan memorinya kemarin (Selasa)," ujar Direktur Pelanggaran HAM Berat pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Erryl Prima Putera Agoes, saat ditemui awak media pada Rabu (21/12/2022) malam.

Baca juga: Oknum TNI Jadi Mafia Lahan, Hadi Tjahjanto Pastikan Ambil Tindakan

Nantinya, hakim ad hoc akan mengirimkan permohonan kasasi tersebut kepada Mahkamah Agung.

"(Mengirim) ke hakim ad hoc. Nanti tugas hakim ad hoc lah mengirimkan ke Mahkamah Agung," jelasnya.

Majelis hakim dalam amar putusannya memperhatikan pasal 191 ayat (1) KHUP Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KHUP, Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang HAM, dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

"Mengadili menyatakan Mayor Inf (Purn) Isak Sattu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran HAM berat sebagaimana didakwakan pertama dan kedua," kata ketua majelis hakim HAM Sutisna Saswati.

Terkait putusan itu, Komnas HAM merekomendasikan Jaksa Agung segera menindaklanjuti putusan dengan memproses secara hukum terhadap pelaku yang memiliki tanggung jawab komando dalam peristiwa Paniai tahun 2014, sesuai hasil penyelidikan Komnas HAM.

Baca juga: Oknum TNI Hamili Selingkuhan Divonis 5 Bulan Penjara, Kuasa Hukum Istri Melawan

Komnas HAM juga merekomendasikan Jaksa Agung memproses pelaku lapangan dalam peristiwa Paniai tahun 2014, sesuai hasil penyelidikan Komnas HAM.

Kasus pelanggaran HAM berat di Paniai, Papua Tengah yang menjerat oknum purnawirawan TNI itu terjadi pada Senin (8/12/2014).

Peristiwa itu terjadi setelah seorang warga Paniai ditembak oknum TNI di depan kantor Koramil 1705-02/Enarotali.

Seorang anggota polisi, Brigadir Andi Richo Amir saat sidang kedua pelanggaran HAM berat di PN Makassar pada Rabu (28/9/2022) menceritakan detik-detik oknum TNI menembak seorang warga.

Sebelum kejadian itu, datang kelompok masyarakat yang berusaha masuk kantor Koramil.

Di mana awalnya, pagar kantor Koramil terbuka lalu begegas dikunci oleh anggota TNI.

Richo Amir kepada JPU saat itu berada dekat Markas Koramil karena sedang dinas luar sebagai sopir ajudan Asisten I Kabupaten Paniai.

Baca juga: Oknum TNI Aniaya Komandannya Gegara Tak Terima Dapat Hukuman

Kebetulan mobil dinas terparkir di halaman Koramil.

Menurut Richo, kelompok masyarakat yang berkumpul di depan Kantor Koramil itu menuntut anggota TNI bertanggung jawab dengan kejadian, Minggu (7/12/2014) malam.

Anggota TNI saat itu meminta masyarakat mundur, namun ada masyarakat yang memanjat pagar Kantor Koramil.

Richo mengungkapkan, sejumlah anggota TNI meminta izin kepada Mayor Purnawirawan Isak Sattu untuk segera mengusir masyarakat secara cepat.

Namun Mayor Isak disebut meminta anggotanya menahan diri, karena dia akan meminta petunjuk pimpinan di Nabire.

Baca juga: Dua Oknum TNI AD Diduga Terlibat Narkoba Dibawa Lagi ke Sumut

"Beliau mengatakan kembali, kalau bisa tahan dulu sambil saya telepon pimpinan di Nabire, Dandim dengan senior. Sementara sejumlah anggota Koramil masuk ke dalam gudang dan membawa keluar senjata dan meminta izin untuk menembak," bebernya.

Richo melanjutkan, jika Mayor Purnawirawan Isak Sattu sempat melarang anggotanya untuk menembak karena menunggu perintah.

Meski begitu, anggota Koramil tetap melepaskan tembakan peringatan menggunakan senjata laras panjang.

"Jadi tembakan itu pertama dengan peringatan, tapi saat massa masih ribut dan memanjat pagar sampai mau masuk ke halaman. Anggota TNI peringatkan turun, tapi mereka tidak mau. Saat itulah salah seorang anggota Provos TNI Angkatan Darat (AD) melakukan penembakan kepada seorang masyarakat," tutur Richo.

Baca juga: Viral Video Oknum TNI Pukuli Satpam, Berakhir Damai Tapi Proses Lanjut

Sebelumnya Isak Sattu menilai kejadian di Enarotali, Paniai, Papua dilakukan bersama-sama.

Di mana kerusuhan dan penembakan tidak hanya terjadi di Koramil Enarotali saja.

"Ini tugas pokok kepolisian membubarkan, tapi tidak ada didakwa. Di mana keadilannya. Ini saja yang ingin saya sampaikan yang mulia," ujar Isak Sattu setelah JPU menuntutnya dengan hukum 10 tahun penjara dalam sidang lanjutan di Ruang Bagir Manan Pengadilan Negeri Makassar, Senin (14/11/2022).(TribunBatam.id) (WartaKotalive.com/Ashri Fadilla) (Kompas.com/Hendra Cipto)

Sumber: WartaKotalive.com. Kompas.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved