INI Ancaman Bagi Dokter Jika Sembarangan Keluarkan Surat Sakit Pasien

Para dokter anggota IDI diingatkan untuk berhati-hati dan tidak sembarangan dalam mengeluarkan surat keterangan sakit bagi pasien.

freepik.com
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengingatkan dokter anggota IDI agar berhati-hati saat mengeluarkan surat sakit untuk pasien agar tidak terkena sanksi. FOTO: ILUSTRASI 

TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengingatkan dokter anggota IDI agar berhati-hati saat mengeluarkan surat sakit untuk pasien.

Sebab, jika surat keterangan sakit dikeluarkan tidak sesuai ketentuan, dokter bisa dikenakan sanksi etik.
Artinya, surat sakit harus diterbitkan melalui diagnosis yang dihasilkan dari hasil pemeriksaan yang menyatakan bahwa pasien yang sakit memang benar-benar membutuhkan istirahat.

Ketua Bidang Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) PB IDI Beni Satria mengatakan, penerbitan surat keterangan sakit ini diatur dalam Pasal 7 Kewajiban Umum Kode Etik Kedokteran Indonesia.

Pasal itu menyebutkan, seorang dokter hanya wajib memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.

"Hati-hati, saya sampaikan hati-hati. Di dalam kode etik kedokteran di pasal 7 ada ketentuan yang mengatur surat keterangan sakit. Kalau terbukti melanggar, maka dokter tersebut bisa dikenakan sanksi etik," kata Beni dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Selasa (27/12/2022).

Baca juga: IDI Tolak RUU Kesehatan, Kemenkes Larang Dokter dan Pegawai Ikut Demo

Beni menuturkan, surat keterangan sakit memang tidak bisa diberikan secara serampangan.

Sebelum mengeluarkan, seorang dokter harus melakukan serangkaian praktek kedokteran.

Pertama, dokter harus mewawancarai dahulu pasien yang berobat.

Misalnya jika pasien mengeluh pusing dan demam, dokter akan bertanya berapa lama rasa sakit tersebut diderita.

Kemudian, bertanya mengenai penyakit penyerta yang dirasakan, seperti batuk, pilek, mual, atau muntah.

Namun, wawancara saja tidak cukup.

Dokter perlu memeriksa kondisi fisik dan mental pasien untuk membuktikan jenis penyakit yang diderita.

"Kalau mengaku batuk, harus meletakkan stetoskop di paru-paru pasien untuk didengar suara asingnya. Dokter akan melihat tangannya pucat atau tidak, bibirnya pucat atau tidak, kemudian pemeriksaan fisik, pasien akan diminta berdiri, jongkok, dan jalan," jelas Beni.

Kemudian, dokter perlu menentukan pemeriksaan penunjang. Jika pasien mengeluhkan batuk yang terus-menerus, dokter bisa melakukan pemeriksaan tambahan seperti rontgen/CT scan.

"Tentu dilihat batuknya (karena) jamur atau apa. Mungkin ada pemeriksaan tambahan lagi, rontgen atau CT Scan untuk melihat paru-parunya. Ada bercak atau tidak, ada tumor atau tidak. Karena banyak orang yang batuk-batuk terus tidak sembuh ternyata ada tumor di sana," ucap Beni.

Setelah itu, dokter baru bisa menegakkan diagnosis.

Dokter akan mengobati penyakit yang diderita sesuai dengan tata laksana.

Pun akan menentukan pasien tersebut perlu rawat inap, berobat jalan, atau cukup istirahat di rumah selama beberapa hari.

Ketentuan ini kata Beni, akan tergantung pada berat dan ringannya kondisi pasien.

Setelahnya, dokter akan meresepkan obat-obatan.

"Ini rangkaian, harus dilakukan berurutan. Setelah menuliskan resep untuk ditebus, ada obat sirup pil antibiotik, dokter harus menjelaskan ini harus diminum berapa kali, termasuk menjelaskan efek samping bahwa obat ini akan berdampak pada apa dan sebagainya," tutur Beni.

Setelah melalui rangkaian pemeriksaan, dokter akan menentukan perlu dibuat surat keterangan sakit agar pasien beristirahat, atau menyatakan pasien sehat.

Lamanya surat sakit bervariasi sesuai jenis penyakit, bisa 3 hari, 5 hari, atau bahkan 1 bulan.

Biasanya, pasien membutuhkan waktu lama untuk istirahat jika menderita penyakit berat, termasuk patah tulang karena kecelakaan lalu lintas.

"Contoh pasien fraktur, kecelakaan lalu lintas, patah kakinya, dioperasi sama dokter, dokter akan menentukan ini pulih baru bisa berjalan dan aktivitas pasca operasi paling cepat 3 bulan. Tentu dokter akan memberikan (surat sakit) dengan termin 1 bulan, 1 bulan, 1 bulan," jelas Beni. (kompas.com)

 

*Artikel ini telah tayang di Kompas.com

 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved