Singapura Tak Panik Diterjang Gelombang Baru Covid-19, Anggap Penyakit Ringan

Kemenkes Singapura mengategorikan Covid-19 saat ini sebagai penyakit ringan yang tidak berbahaya dan sudah mengakhiri status darurat Covid-19

Kompas.com
Pekerja migran Singapura di dalam kompleks asrama pekerja asing, saat karantina Covid-19 Singapura. (ROSLAN RAHMAN / AFP/Getty Images) 

TRIBUNBATAM.id - Kasus Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 kembali meledak di negara kota tetangga Batam, yakni Singapura.

Sekadar mengingatkan Covid-19 adalah penyakit baru menyebabkan gangguan pernapasan dan radang paru.

Penyakit ini disebabkan infeksi Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2).

Gejala klinis yang muncul beragam, mulai flu biasa (batuk, pilek, nyeri tenggorok, nyeri otot, nyeri kepala) sampai yang berkomplikasi berat (pneumonia atau sepsis).

Singapura sendiri termasuk yang paling terdampak saat puncak Covid-19 melanda dunia di tahun 2021 lalu.

Menteri Kesehatan Ong Ye Kung pada Jumat (14/4/2023) menyampaikan, gelombang ke-10 pandemi Covid-19 ini dipastikan sedang menerjang "Negeri Singa".

Gelombang pertama dalam setengah tahun terakhir muncul seiring melonjaknya angka harian kasus Covid-19 dari 1.400 bulan lalu menjadi 4.000 kasus sejak pekan lalu.

Baca juga: Akhirnya China Bongkar Asal Mula Covid-19, Peneliti Beijing Buka Data yang Dinanti

Baca juga: Syarat Vaksin Covid-19 Bagi Calon Penumpang Kapal Pelni dari Batam

Menteri Ong seperti dikutip media setempat melanjutkan, 30 persen kasus Covid-19 diidentifikasi sebagai infeksi kedua, lebih tinggi dari 20-25 persen pada gelombang sebelumnya.

Sama seperti gelombang yang melanda sejak awal 2022, kehidupan sehari-hari Singapura tidak berubah banyak, tetap normal seperti biasa.

Menteri Ong menuturkan, sejauh ini tidak ada yang perlu dicemaskan dari meningkatnya kembali angka Covid-19 di Singapura ini.

Walau jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit naik dari 80 bulan lalu menjadi saat ini 220, angkanya tidak mengkhawatirkan karena sangat rendah dibanding ketika puncak pandemi melanda pada 2021.

Bahkan angka ini lebih kecil daripada jumlah pasien yang diopname karena penyakit yang tidak terkait dengan Covid-19.

Angka-angka itu menurut Ong hanya akan menjadi sekadar statistik, karena Singapura telah sukses hidup berdampingan dengan Covid-19 yang endemik sejak Maret 2022.

Satu hal yang pasti adalah Covid-19 tidak akan hilang begitu saja dan tetap akan berseliweran di tengah populasi manusia sama seperti virus flu.

Baca juga: Stok Vaksin Covid-19 di Kepri Tersedia 10 Ribu Dosis Jenis Pfizer

Baca juga: Perlindungan Hukum Tenaga Kesehatan di Masa Pandemi Covid 19

Ketika tingkat kekebalan terhadap virus menurun dan imunitas vaksin memudar, maka wajar terjadi peningkatan jumlah penderita yang memicu gelombang baru.

Menteri berusia 53 tahun itu juga mengatakan, Singapura tetap fokus memantau kemunculan varian XBB.1.16. atau yang disebut Arcturus.

Sejauh ini "Negeri Merlion" tidak mendeteksi varian Arcturus atau varian lain menyebabkan kondisi infeksi Covid-19 yang lebih parah.

Kemenkes Singapura tetap mengategorikan Covid-19 saat ini sebagai penyakit ringan yang tidak berbahaya.

Singapura telah mengakhiri tiga tahun status siaga hingga darurat pandemi Covid-19 pada 13 Februari 2023.

Protokol kesehatan dan pembatasan sosial terakhir yaitu aturan wajib bermasker di kendaraan umum dicabut pada hari yang sama.

Satu-satunya tempat yang masih mengharuskan pemakaian masker adalah fasilitas kesehatan seperti rumah sakit.

Mayoritas besar warga negara kota ini memilih tidak lagi memakai masker, menandai kehidupan sehari-hari di Singapura telah kembali ke masa sebelum Covid-19.

Baca juga: Dinyatakan Zero Kasus Aktif, Batam Dinyatakan Zona Hijau Covid 19

Baca juga: Izin Vaksin Covid-19 Anak Usia 6 Bulan Terbit, Ini Dosis dan Efek Sampingnya

.

.

.

(TRIBUNBATAM.id)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved