PERSPEKTIF
Strategi Pengembangan Wisata Pulau Penyengat di Tanjungpinang
Pulau Penyengat adalah salah satu objek wisata sekaligus cagar budaya yang ada di wilayah Kepulauan Riau.
Penulis: Endra Kaputra |
Oleh: Dr. Anastasia Wiwik Swastiwi MA, Dosen Prodi Ilmu Hubungan Internasional Fisip Umrah
TRIBUNBATAM.id - Pulau Penyengat telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Peringkat Nasional berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 112/M/2018.
Dengan demikian, Pulau Penyengat adalah salah satu objek wisata sekaligus cagar budaya yang ada di wilayah Kepulauan Riau.
Sebelum menjadi tempat kedudukan Sultan Kesultanan Riau Lingga, Pulau Penyengat juga sudah berkembang maju.
Seperti dicatat Virginia Matheson Hooker dalam kata pengantarnya untuk buku alih aksara Tuhfat Al Nafis yang diterbitkan bersama Dewan Bahasa dan Pustaka dan Yayasan Karyawan, Kuala Lumpur, Malaysia (1998), akhir abad 19 adalah masa emas dan kejayaan bagi Pulau Penyengat.
Berikut kutipannya.
“Pada abad kesembilan belas kerajaan Riau tenteram dan damai, ini memungkinkan lahirnya semacam zaman keemasan untuk agama Islam dan kebudayaan“ tulis Hooker.
Dan pada bagian lain, dia juga mencatat “Penyengat meskipun kecil dan kelihatan terpencil, sama ada dari Singapura maupun Betawi, pada hakekatnya mempunyai hubungan langsung dengan kedua wilayah tersebut”
Khususnya pada pertengahan kedua abad kesembilan belas, pembesar Kerajaan Riau Lingga di Penyengat sering melawat Timur Tengah dan juga menjaga hubungan erat dengan kaum kerabat mereka di Singapura, Johor, Pahang, dan Terengganu.
Pulau Penyengat menyisakan warisan tamaddun Melayu baik yang tangible, maupun intangible masih sangat terawat dan terpelihara.
Di antaranya warisan kuliner, pengobatan, seni, pakaian, bahasa dan warisan tradisi atau budaya.
Dalam bidang sastra, Pulau Penyengat menghasilkan karya-karya bertemakan, politik, hukum, pemerintahan, astronomi, kedokteran, sejarah, filsafat, dan jurnalistik.
Karya-karya awal itu amat penting artinya bagi kita saat ini untuk melihat kesinambungannya dengan perkembangan masa kini, di samping nilai historisnya.
Selain itu, kepedulian masyarakat terhadap pelestarian seni budaya masih tinggi dan ada beberapa warisan seni dan budaya yang masih dapat dinikmati keberadaannya.
Di antaranya, Zapin Penyengat, Gazal dan Boria. Warisan budaya Melayu baik yang tangible, maupun intangible masih sangat terawat dan terpelihara.
Bahkan, dalam mempersiapkan dan mendukung usulan sebagai warisan dunia (Swastiwi, 2022), Pemerintah Kota Tanjung-pinang pada tahun 2014 telah menyusun Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang No. 10 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tanjungpinang Tahun 2014-2034, Pulau Penyengat telah ditetapkan dalam berbagai status penataan.
Yaitu: Pulau Penyengat sebagai pusat budaya; Pulau Penyengat sebagai pusat belanja budaya; Pulau Penyengat sebagai pelabuhan pengumpan; Pulau Penyengat dalam jaringan sumber daya air; Pulau Penyengat sebagai kawasan lindung budaya; Pulau Penyengat sebagai kawasan pariwisata; Pulau Penyengat sebagai kawasan strategis Kota Tanjungpinang.
Dengan potensi warisan budaya baik tangible maupun intangible yang ditunjang oelh regulasi diatas, Pulau Penyengat berpotensi untuk dapat mengembangkan wisata daerahnya.
Menurut Barreto dan Giantari (2015:34) pengembangan pariwisata adalah suatu usaha untuk mengembangkan atau memajukan objek wisata agar, objek wisata tersebut lebih baik dan lebih menarik ditinjau dari segi tempat maupun benda-benda yang ada di dalamnya untuk dapat menarik minat wisatawan untuk mengunjunginya.
Alasan utama dalam pengembangan pariwisata pada suatu daerah tujuan wisata, baik secara lokal maupun regional atau ruang lingkup nasional sangat erat kaitannya dengan pembangunan perekonomian daerah atau negara tersebut.
Pengembangan kepariwisataan pada suatu daerah tujuan wisata akan selalu diperhitungkan dengan keuntungan dan manfaat bagi masyarakat banyak.
Dengan demikian, strategi yang dapat dilakukan dalam pengembangan wisata di Pulau Penyengat adalah:
1. Pemetaan yang menyeluruh terhadap cagar budaya nasional yang terdapat di Pulau Penyengat sehingga dalam melakukan revitalisasi pengembangan dan pembangunan kawasan tersebut tetap terjaga dengan mendapatkan advokasi dan pendampingan dari intansi terkait.
2. Daya tarik Pulau Penyengat akan bertumpu pada warisan budaya tangible dan intangible. Sehingga diperlukan sebuah strategi branding dan marketing yang inovatif sehingga branding dan tagline yang diciptakan dan dibangun menjadi tools marketing atau alat pemasaran yang diharapkan dapat menghasilkan output atau luaran yang optimal.
3. Kebaruan dan kemutakhiran inovasi melalui paket-paket wisata dari Pulau Penyengat ini dengan persyaratan mendasar yaitu peningkatan fasilitas dan sarana-prasarana pendukung destinasi sehingga akan terjadi peningkatan minat untuk berkunjung yang pada akhirnya akan meningkatkan visit to destination.
4. Peningkatan peningkatan percepatan perencanaan dan pengembangan Pulau Penyengat melalui sinergi dan kolaborasi antar pemangku kepentingan di bidang Pariwisata dengan pendekatan partisipatif, dan kolaboratif.
5. Peningkatan peran UMKM di Pulau Penyengat. Melalui beberapa program berikut.
a. Pemetaan lokasi UMKM sebagai fasilitas masyarakat untuk mempromosikan produk lokal,
b. Program pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan potensi UMKM berbahan lokal di Pulau Penyengat,
c. Program pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan pemasaran UMKM dari Pulau Penyengat secara internasional,
d. Program pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kesadaran pariwisata berskala internasional di Pulau Penyengat,
e. Program pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kesadaran sejarah dan budaya melayu serumpun. (*
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.