FEATURE

Kisah Hidup Alang Warga di Bintan, Teruskan Usaha Suami Jahit Bendera Sendiri

Warga di Bintan tetap semangat meneruskan usaha suaminya menjual bendera yang dijahit sendiri meski usianya tak lagi muda. Berikut kisahnya.

TribunBatam.id/Ronnye Lodo Laleng
Bong Yulan atau akrab disapa Alang (69) saat berada di tempat usahanya di Kota Kijang Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri, Kamis (10/8/2023). 

BINTAN, TRIBUNBATAM.id - Taman Kota Kijang, Bintan sore itu tampak seperti biasanya.

Lalu lalang kendaraan hampir sama seperti hari- hari sebelumnya.

Duduk di balik kios berukuran kurang lebih 3x3 meter seorang wanita paruh baya.

Sorot mata wanita tua itu begitu teduh, Kamis (10/8/2023) sore.

Tatapannya lurus menerobos dinding yang terbuat dari jaring-jaring kawat yang sudah mulai berkarat.

Ia melihat lalu lintas kendaraan yang sedang melihat di jalan Barek Betawi, Kota Kijang Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Baca juga: HUT RI di Bintan, Penyelam Bakal Kibarkan Bendera Indonesia Dalam Laut

Keramaian kendaraan yang melintas di ruas jalan itu tak mengusiknya.

Ia tetap memandang dan berharap ada yang berhenti untuk membeli bendera merah putih hasil karyanya sendiri.

Jari-jari yang sudah mulai keriput tetap memegang erat benang dan kain berwarna merah putih.

Sepasang kakinya, kini tampak kumal lantaran setiap hari digunakan untuk menginjak mesin jahit.

Kendati demikian ia tetap semangat untuk menjahit bendera merah putih untuk dijualnya kembali ke masyarakat Bintan.

Begitulah keseharian Bong Yulan atau akrab di sapa Alang (69), tukang jahit bendera yang cirikhasnya menggunakan pakaian serba merah.

Alang wanita keturunan Tionghoa itu mengakui, warna merah merupakan warna khas yang paling ia sukai sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).

Baca juga: Polres Bintan Bagi Bagi Sembako Menjelang HUT RI ke 78, Berikut Sasarannya

Hampir setiap hari ia gunakan pakaian serba merah.

Kebiasaan itu ia kenakan sejak puluhan tahun lamanya.

Menurutnya, berbusana merah terlihat lebih ceria meski saat ini usianya tidak mudah lagi.

"Begitu memakai pakaian merah, bagi saya sangat wow, terlihat cerah dan awet muda," ungkapnya begitu kepada TribunBatam.id.

Beberapa kali ia ingin mencoba dengan warna lain, namun tidak berhasil.

Hatinya seakan beronta dan ingin kembali menggunakan pakaian bercorak merah.

"Perasaan saya beda saja, kalau mengenakan pakaian warna lain. Pokonya saya tetap suka merah," ucap wanita kelahiran Tarempa, 7 November 1954 itu.

Perlahan, dia mengenang kembali mulai merantau ke Kabupaten Bintan saat ia masih berumur 20 tahun-an.

Rasa bangga sebagai penjahit bendera, ia tunjukkan dengan tidak meninggalkan eusahanya itu.

Meski sempat bangkrut ia tetap semangat menjahit.

Baca juga: Bintan Punya Satgas Kebersihan RW, Pastikan Lingkungan Bersih dari Sampah

Warga di Bintan tetap semangat usaha menjahit
Warga di Bintan, Bong Yulan atau akrab disapa Alang (69) saat berada di tempat usahanya di Kota Kijang Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri, Kamis (10/8/2023).

Setelah memutuskan menjadi tukang jahit bendera dan pakaian lain, ada sejumlah pekerjaan yang pernah ia lakukan.

Di antaranya menjadi pembantu rumah tangga, dan tukang cuci di restauran.

Hasil jahit itu ia tabung untuk keperluan hidupnya dan suami, termasuk ketiga buah hatinya saat itu.

Alang dan sang suami mulai beralih profesi menjadi penjahit sejak 40 tahun silam.

Sejak menggeluti usaha itu, jatuh bangun pernah dirasakan mereka.

"Kami nyaris bangkrut. Namun dengan tekad kami bangun lagi meskipun perlahan," ucap wanita berkacamata itu.

Selain ramah dan baik kepada masyarakat, ia mengaku menjualnya dengan harga miring untuk menarik pelanggan.

Dengan cara itu, warga kemudian mulai mengenalinya dengan jahitan murah hingga saat ini.

Sejak itu, usahanya tak pernah surut hingga ia mampu menyekolahkan ketiga anaknya hingga sarjana.

Waktu itu, sekitar tahun 2017 setiap bulan ia harus mengeluarkan uang Rp 3 hingga Rp 5 juta untuk membiayai sekolah dan kuliah anak-anaknya.

Baca juga: Kejari Bintan Bebaskan Tiga Tersangka Penadah Motor, Lewat Restorative Justice

Termasuk biaya hidup keseharian mereka.

Meski begitu, hingga selesai kuliah semuanya berjalan baik dan biaya dari hasil menjahit mampu menutupi kehidupan mereka.

Seiring berjalannya waktu, duka datang menghampirinya.

Sang suami bernama Young Chi Bu harus pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.

Alang, adalah istri dari mendiang Young Chi Bu.

Keduanya adalah warga Tanjungpinang, yang telah hijrah dan menetap di Kijang Kota, Bintan Timur, Kabupaten Bintan, sejak tahun 1983 lalu.

Sang suami meninggal dunia karena sakit yang dideritanya. Hal itu membuat Alang sempat patah semangat.

Ia sempat vakum jadi seorang penjahit kurang lebih enam bulan lamanya.

Perlahan hati kecilnya mulai mengiklaskan kepergian orang yang ia sayangi puluhan tahun itu.

Alang kemudian mulai buka kembali usaha itu tanpa sang suami.

Penjahit di Bintan saat HUT ke 78 RI
Warga di Bintan, Bong Yulan atau akrab disapa Alang (69) saat berada di tempat usahanya di Kota Kijang Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri, Kamis (10/8/2023).

Baca juga: Sekda Bintan Tak Akan Berikan Pendampingan Hukum ke Sekdin Perkim yang Korupsi

Pada momen Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI tahun 2023 ini, ia semakin semangat karena pasti banyak yang memesan dan membeli sepeda kepadanya.

Terbukti, di depan kios Alang, terpajang bendera merah putih berbagai ukuran. Dan beberapa kali warga dan membeli bendera tersebut.

Saat itu, ia tidak berhenti menjahit, Alang pun tetap sibuk dengan jahitannya, salah satunya adalah bendera merah putih dengan ukuran 100x70 cm.

Kini ia tidak terlalu banyak berharap, dirinya menjahit bendera ini, sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Termasuk meneruskan warisan usaha jahit bendera yang dirintis Young Chi Bu suaminya.

"Saya ingin terusin usaha suami saya. Suami meninggal kurang lebih 5 tahun lalu. Dari jualan bendera, saya gunakan untuk beli kebutuhan sehari-hari,” tutur wanita tua itu.

Sementara ketiga anaknya, sudah mampu menghidupi diri mereka masing-masing.

Alang kini punya pelanggan tetap, mulai dari warga Bintan, Kota Tanjungpinang, termasuk pemilik kapal yang ada di Provinsi Kepulauan Riau.

Baca juga: Hafizha Rahmadhani Kagum Kemampuan Siswa SD di Bintan

Menjelang 17 Agustus setiap tahunnya, banyak warga yang datang beli bendera merah putih.

Sampai dirinya tak bisa penuhi permintaan dari konsumen, karena hanya dia yang menjahit bendera.

Setiap bendera, ia jual dengan harga bervariasi.

Ukuran 100 x 70 cm dia jual dengan harga Rp 50 ribu per bendera.

Sementara ukuran 50x36 cm seharga Rp 25 tibu.

Serta ukuran 56x36 cm Rp 10 ribu.

Ukuran kecil 24x16 cm dijual Rp 5 ribu per bendera.

Lalu ukuran 35x23 cm seharga Rp 7 ribu.

"Hari biasa tidak banyak yang beli, namun di bulan Agustus, orang-orang pada datang beli dari berbagai tempat, kadang dari Batam juga ada," ucapnya.

Untuk menjaga pelanggan, soal kualitas bendera ia paling utamakan, termasuk hasil jahitan Alang sangat bagus, dan rapi jika dibandingkan dengan bendera yang ada di lokasi lain di Tanjungpinang dan Bintan.

"Meski banyak yang jual namun kualitasnya berbeda dengan kain saya," katanya.

Alang mengakui, profesi ini tetap ia lakoni hingga tidak bisa bekerja lagi.

"Saya tetap menjahit, dan tetap ingin mencari rejeki menjadi penjual bendera merah putih. Ini adalah cara saya untuk cari uang sejauh ini. Dan belum tahu sampai kapan saya harus berhenti total," ujar Alang, mengakhiri obrolan.(TRIBUNBATAM.id/Ronnye Lodo Laleng)

Sumber: Tribun Batam
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved