PARIWISATA KEPRI AMAN
Sekolah di Lingga Sudah Ada Sejak Zaman Kesultanan, Kini Berumur 148 Tahun
Sekolah di Lingga ini sudah berumur 148 tahun karena sudah ada sejak Kesultanan. Statusnya kini telah sekolah dasar negeri.
Penulis: Febriyuanda | Editor: Septyan Mulia Rohman
LINGGA, TRIBUNBATAM.id - Bangunan Sekolah Dasar (SD) Negeri 001 Lingga, tampak berbeda dengan bangunan-bangunan sekolah yang lain.
Bangunan di sekolah yang berada di Jalan Encik Kasim, Kelurahan Daik, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) tampak berbentuk seperti rumah panggung.
Terlihat sederhana, namun bangunan panggung yang masih digunakan untuk belajar itu Benda Cagar Budaya (BCB).
Inilah sekolah tertua di Lingga, bahkan di Provinsi Kepri.
Sekolah yang dibangun pada zaman Kesultanan Lingga ini tak banyak berubah.
Bentuk bangunan sekolah panggung tersebut tetap dipertahankan keasliannya oleh Pemerintah Daerah (Pemda).
Baca juga: Cagar Budaya di Lingga Ini Selesai Rehab, Tempat Banyak Pemimpin Menimba Ilmu

Pemerhati Sejarah dan Budaya Lingga, Lazuardi menyebutkan, dari catatan yang ia dapat dari tetua di Lingga, bangunan sekolah yang kini berstatus sekolah negeri itu dibangun pada tahun 1875.
Pada tahun itulah Sultan Sulaiman Badrull Alamsyah II mulai memerintah hingga 1883 Masehi.
Berlandaskan catatan itu, artinya sekolah ini sudah berusia 148 tahun.
Awalnya masih sekolah ini disebut sekolah arab, karena memang dipakai untuk tempat anak-anak belajar agama.
“Pembelajarannya memakai tulisan Arab Melayu. Ada seorang guru besar, Kuril Sulaiman namanya, ia dari Minangkabau. Dengan huruf-huruf Arab Melayu itulah terjadi tunjuk ajar pada kita dalam ilmu pengetahuan,” ungkap Lazuardi.
Bangunan sekolah tertua di Kepri ini, dikatakan Lazuardi telah banyak melahirkan generasi berpendidikan di Lingga.
Baca juga: Hasil Kesepakatan, Pemda Lingga Pasang Patok Batas Desa Bakong-Tanjung Irat
Meski Kerajaan Lingga runtuh pada 1911, sekolah ini tetap dimanfaatkan.
Menyesuaikan dengan siatuasi di negeri ini, sekolah arab tersebut kemudian berubah menjadi Sekolah Rakyat (SR).
“Pada waktu SR itu, sekolah ini terdiri dari 4 kelas, berbentuk L terputus. Baru kemudian diambil, alih Belanda. Belanda juga sempat memakai sekolah tersebut. Baru kemudian menjadi sekolah SD 044. Kemudian seiring kemerdekaan RI barulah sekolah tersebut menjadi SD 01, kemudian SD 001,” ungkap Lazuardi, yang juga menamatkan SD di sekolah ini.
Pembelajaran menggunakan aksara Arab Melayu ini kata Lazuardi, membuat dunia penulisan di Lingga berkembang.
Jadi tak heran, jika orang-orang Melayu Lingga sudah mengenal tulisan sekalipun tidak berketurunan bangsawan.
Berbeda dengan di Jawa, yang mana sekolah-sekolah dibangun hanya untuk kaum bangsawan dan orang-orang istana.
Selain bangunan sekolah SD 001 yang bersejarah, di lokasi yang sama juga terdapat sebuah sumur atau perigi yang dibangun juga l sejak zaman sultan.
Baca juga: Kerajinan Anyaman Ikut Dipasarkan saat Perayaan Hari Jadi Desa Bukit Belah Lingga
Sumur tua dengan cap tanggal pembuatan di dinding betonnya.
Sampai saat ini, kondisi perigi tersebut masih dapat digunakan oleh warga sekitar. Bahkan saat kemarau, perigi tersebut tak pernah kering.
“Perigi juga dibangun, ia menjadi sumber air untuk warga seluruh kawasan Daik. Di perigi juga terdapat tahun pembuatan dengan tulisan Arab Melayu,” ungkapnya.
Sementara itu, Ismail Ahmad salah seorang tokoh masyarakat Lingga yang juga mantan Lurah Daik mengatakan, dia juga bersekolah di sana.
“Tahun 1955 saya sekolah di sana, waktu itu masih SR. Kalau tidak salah, umur sekolah itu sudah 75 tahun waktu saya sekolah. Bentuk sekolah tak ada yang berubah, cuma dulu dicat berwarna hitam,” tutur Ismail yang dikutip dari laman Pemkab Lingga.
Semasa masih merupakan sekolah rakyat, kenang Ismail tak hanya orang-orang Melayu yang bersekolah di sana. Karena hanya satu-satunya sekolah, dikatakannya, baik warga Tionghoa, maupun Keling yang ada di Lingga, semua bersekolah di sana.
“Bukan hanya orang Daik, semua orang di Lingga sekolah disini. Banyak yang jadi pengulu (Lurah) sekolah di sini. Dulu semua mahir menulis arab melayu, masa itu bahkan orang-orang cinapun tulisan arab melayunya bagus-bagus,” jelas Ismail.
Ismail ingin sejarah sekolah tertua di Kepri ini diketahui oleh sebanyak-banyaknya orang Lingga. Terutama anak-anak muda yang peduli pada sejarah.
“Sekolah ini adalah bagian dari sejarah dunia pendidikan di Lingga yang tidak boleh ditinggalkan begitu saja, tutupnya.(TribunBatam.id/Febriyuanda)
cagar budaya di Lingga
sekolah di Lingga
Kabupaten Lingga
pariwisata Kepri Aman
Dispar Kepri
Pariwisata Batam
Pariwisata Tanjungpinang
Pariwisata Bintan
pariwisata Karimun
Pariwisata Lingga
Pariwisata Natuna
Pariwisata Anambas
Gubernur Kepri
Wakil Gubernur Kepri
Sekdaprov Kepri
Ansar Ahmad
Marlin Agustina
Adi Prihantara
Pariwisata Kepri Mulai Berbenah, Ini Pandangan Pegiat Pariwisata Kepulauan Riau |
![]() |
---|
Fotografer Luar Negeri Ikut Explore Kepri 2025, Tampilkan Pariwisata Kepri Dari Sisi Lain |
![]() |
---|
Dispar Kepri Kejar Relaksasi Visa, Magnet Buat Dongkrak Kunjungan Wisman, Bangkitkan Pariwisata |
![]() |
---|
Guntur Sakti Beri 3 Pesan di Pelantikan HPI Kepri, Pramuwisata Punya Skill, Pengetahuan dan Attitude |
![]() |
---|
Wisata Kepri di Safari Lagoi Bintan, Pengunjung Bisa Lihat Satwa Liar Dari Dekat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.