TRIBUN BATAM PODCAST

Kerajinan Eceng Gondok Batam Isna Puring Diminati Pasar Luar Negeri Sampai ke Amerika

Kerajinan tangan eceng gondok Isna Puring diminati pasar luar negeri seperti Amerika, Tokyo Jepang, Turki dan lainnya. Simak pembahasannya di sini

Editor: Dewi Haryati

BATAM, TRIBUNBATAM.id - Tribun Batam kembali hadir dengan program Tribun Batam Podcast (Tripod) edisi Bincang Ekonomi dan Bisnis, Selasa (26/3/2024).

Podcast Tribun Batam hari ini mengangkat tema 'Kerajinan Eceng Gondok Batam Tembus Pasar Internasional'.

Nah, untuk membahas tema di atas, Tribun Batam mendatangkan seorang narasumber Tisnawati, Owner Isna Puring.

Wanita yang akrab disapa Isna ini merupakan pengrajin kerajinan eceng gondok di Batam.

Baca juga: KUR BRI Bantu UMKM Isna Puring Kembangkan Pasar saat Pandemi, Limbah Eceng Gondok Goes to Tokyo

Berawal dari iseng, namun kini hasil karya eceng gondok Isna dan tim bahkan sudah go internasional.

Berikut petikan wawancara eksklusifnya.

Keterangan, Tribun Batam: TB, Tisnawati: TS.

TB: Sudah berapa tahun ibu merintis kerajinan tangan eceng gondok ini?

TS: Saya mulai dari 2013, jadi sudah 11 tahun.


TB: Pernah menyangka tidak, produk kerajinan tangan buatan ibu dan tim bisa tembus pasar internasional dan mendapat banyak penghargaan?

TS: Nggak pernah sih ya, kayaknya enggak pernah ngebayangin sampai di titik ini. Karena awalnya hanya sekadar iseng.

Iseng-iseng, terus Alhamdulillah ternyata dilirik sama dinas dan berbagai negara. Alhamdulillah.


TB: Tahun berapa mulai go internasional?

TS: Saya mulai go internasional tahun 2018. Waktu itu ke Amerika tepatnya di Los Angeles, dapat buyer dari google bisnis.

Di Tokyo, Turki, Malaysia dan Singapura juga ada. Tokyo dan Turki itu tahun 2020 saat pandemi covid-19.

Karena bahan baku tersedia, jadi cukup mudah untuk mengumpulkan bahan baku. Jadi di saat yang lain kesulitan bahan baku, tapi kami melimpah.


TB: Permintaan dari luar banyaknya yang mana bu?

TS: Lebih ke home dekor ya, seperti hiasan, furnitur, lebih seperti meja kursi.

Dan yang kecil-kecil itu lebih kayak souvenir. Karena kami juga ada buka gerai di beberapa galeri kayak resort di Batam, Kepri.


TB: 2018 ke Amerika, itu perdana keluar negeri atau sudah beberapa kali?

TS: Itu yang perdana, justru Malaysia, Singapura belum pernah ke sana saat itu dan belakangan.

Baca juga: Warga Nongsa Batam Mendulang Rupiah dari Eceng Gondok, Omzet Rp 5 Juta Sebulan

Kebetulan waktu itu memang mengikuti beberapa pelatihan dari Dekranasda, bagaimana cara iklan di google bisnis. Jadi belajar digital lah.


TB: Cerita awalnya seperti apa bu hingga kerajinan eceng gondok ini bisa ekspor ke Amerika dan ketemu buyer dari sana?

TS: Kebetulan waktu itu memang dari dinas kan ada mengadakan bazar dan kami diikutsertakan bazar.

Dari bazar tersebut kami jumpa begitu banyak orang dan kami sediakan kartu nama. Dan ketemulah buyer dari Amerika itu.


TB: Proses kerja sama dengan buyer saat itu lama nggak?

TS: Tergantung permintaannya banyak atau sedikit. Kalau banyak kami dikasih waktu sekitar 1 sampai 2 bulan. Tapi kalau sedikit, kami ditentukan tanggal berapa sudah harus siap.


TB: Pertama kali ekspor ke Amerika, berapa lama ibu dikasih waktu untuk menyiapkan produk?

TS: Waktu itu saya kan karena dari mulai hubungin ada sekitar 1 bulan lah.

Mereka waktu itu butuh tas, jumlahnya tidak sampai ratusan.

Karena waktu itu memang kami belum CV, jadi nitiplah begitu.

Di awal-awal untuk pengiriman ke sana dibantu teman. Kecuali untuk Malaysia dan Singapura itu ngirim sendiri.


TB: Kalau kirim keluar negeri itu susah tidak bu?

TS: Di bilang susah, ya susah bagi yang belum mempunyai CV. Karena untuk di luar itu memang membutuhkan itu.

Kalau untuk biaya ongkosnya juga lebih mahal, karena keluar Batam kena FTZ ya. Pajaknya lebih mahal.

Waktu itu pernah juga dapat pesanan dari London, akhirnya kami cancel. Waktu itu pesanan dijembatani oleh BI. Jadi kami cancel karena ongkosnya jauh lebih mahal dari harga barang kami.

Kendalanya di tarif sama CV nya itu.

Baca juga: Pembersihan Eceng Gondok Terus Dilakukan Demi Ketersediaan Air di Batam


TB: Sekarang ibu dikenal orang dengan kerajinan tangannya yang tembus sampai ke pasar internasional seperti Amerika, Tokyo, Malaysia dan Singapura.

Tetapi belum banyak yang tahu bagaimana awal mula ibu merintis usaha kerajinan eceng gondok?

TS: Kalau awal mulanya itu sekadar iseng ya. Biasalah emak-emak pengangguran. Jadi iseng-iseng terus bikin otodidak gitu. Karena saya pernah lihat di TV, eh ternyata eceng gondok bisa loh bahkan bisa go internasional.

Eh di Batam kan banyak (eceng gondok), terus ini kan terbuang kadang juga penyumbatan, mengakibatkan banjir juga. Jadi kenapa enggak saya coba? Jadi saya coba-coba terus, Alhamdulillah diikutkan bazar.

Waktu itu masih belum yakin sekali. Iya enggak sih begini? Tapi alhamdulillah dukungan dari dinas support-nya luar biasa. terutama Pak Sugeng Widigdo (kini pensiunan Pemko Batam, terakhir di Dinas Perindustrian dan Perdagangan).

Karena beliau yang memang mensupport produk saya yang belum berbentuk sampai dengan go internasional, mengikuti dan mendapatkan penghargaan itu atas support beliau memang.


TB: Tadi ibu cerita di awal-awal sempat satu bulan gimana nih cara membuat kerajinan dari eceng gondok. Masih belum tahu polanya. Pertama kali apa yang ibu buat?

TS: Saya buat tas kecil, sebenarnya saya pakai sendiri. Tas untuk hand karena saya bawa untuk taklim. Jadi muat yasin, terus Alhamdulillah teman-teman pada suka juga.

Jadi kemudian saya buat sandal, ada juga yang senang, terus saya buat sepatu ada juga.

Akhirnya ada dari pengunjung di bazar, waktu itu bazar pertama kali saya bawa sepatu sandal. Terus mereka bawa kartu nama saya dan pesan sandal untuk di hotel.

Ternyata ada juga peminatnya jadi semakin semangat.

Karena memang rajutan benang dari luar kota, benangnya juga yang dipesan kadang tidak sesuai warnanya. Kenapa tidak bahan yang ada saja di lingkungan kita? Gratis tinggal ngambil saja.

Jadi saya sedikit meninggalkan rajutan dan fokus ke eceng gondok.


TB: Ibu tadi bilang 2013 awal mulai merintis, sempat diremehkan tidak bu?

TS: Kalau yang itu kayaknya sudah makanan hari-hari ya. Diremehkan karena eceng gondok ini kan ada di rawa-rawa, danau, parit. Tentunya dengan lumpur yang tidak wangi.

Jadi mana ada yang mau beli, itu kan bau, berjamur. Terus lagian hari gini mana ada yang mau memakai kayak gitu, plastik juga lebih ini gitu.

Ternyata produk dari eceng gondok ini justru di luar (negeri) itu lebih dihargai. Karena mereka mau kembali ke alam. Lebih cinta dan kembali ke alam, Alhamdulillah.

Jadi kalau cibiran, nyinyiran itu sudah biasa, tapi itu bukan menjadi patah semangat. Malah kami justru ingin membuktikan bahwa kami bisa kok.

Nah, bagi Tribunners yang ingin menyaksikan lebih lanjut wawancara eksklusif ini dapat mengunjungi Facebook dan YouTube Tribun Batam https://www.youtube.com/watch?v=kCt9hmlrltg.

(Tribunbatam.id/Muhammad Ilham)

Baca juga Berita TribunBatam.id lainnya di Google News

Sumber: Tribun Batam
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved