BATAM TERKINI

Soal Aturan Penghapusan Kelas Dalam BPJS Kesehatan, Banyak Warga Belum Paham

Seperti diketahui, dalam layanan Kris, ada 12 kriteria dalam pelayanan yang didapat setiap pasien. Kriteria tersebut meliputi bangunan, ventilasi, pen

Penulis: Beres Lumbantobing | Editor: Eko Setiawan
Seeklogo / Canva
BPJS Kesehatan / Ilustrasi konsultasi psikolog. 

TRIBUNBATAM.id, BATAM  - Presiden Joko Widodo telah resmi mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 pada 8 Mei 2024, yang menggagas perubahan signifikan dalam sistem jaminan kesehatan nasional. 

Peraturan tersebut menghapus sistem kelas dalam BPJS Kesehatan, menggantikannya dengan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

Seperti diketahui, dalam layanan Kris, ada 12 kriteria dalam pelayanan yang didapat setiap pasien. Kriteria tersebut meliputi bangunan, ventilasi, pencahayaan ruangan dan kepadatan ruangan. 

Beberapa perubahan juga harus dilakukan seperti penetapan jumlah maksimal dalam satu ruangan hanya boleh 4 tempat tidur dengan kamar mandi di dalam untuk setiap empat pasien. 

Sedangkan kondisi lapangan sebelumnya, kamar untuk rawat inap kelas 3 jauh melebihi kondisi ideal, yaitu berkisar 6-10 tempat tidur di setiap ruangan yang kamar mandi berada di luar ruangan tersebut.

Atas kebijakan itu, banyak komentar datang dari berbagai masyarakat. Mereka mengaku belum memahami kondisi dan kebijakan terbaru atas kondisi BPJS Kris.

Baca juga: Panduan Bayar Iuran BPJS Kesehatan melalui Aplikasi myBCA Tanpa Ribet

“Kebijakannya, katanya bagus. Dan lebih layak. Tapi kan, saya belum tau seperti apa. Soalnya masih baru. Beberapa Puskesmas pun belum tau juga katanya. Semogalah memang lebih baik dari yang kartu BPJS selama ini,” ujar Dedi, warga Tembesi menyikapi aturan baru BPJS, Jumat (17/5).

Menurut dia, pemerintah seharusnya mensosialisasikan kebijakan dan aturan baru itu. Sehingga masyarakat pun mengetahui dan memahami betul aturan itu. 

“Kadang kan, kalau pemerintah buat aturan pasti dipikiran kita pasti buat susah. Kek BBM naik lah, harga beras naik lah. Tapi kalau itu bagus dan bermanfaat buat kita, harus diberi sosialisasi dulu. Biar paham masyarakat,” katanya. 

Menanggapi kebijakan baru BPJS Kris itu, Dedi berpandangan hal itu merupakan suatu kebijakan yang mempermuliakan kesehatan setiap warga negara. 

“Kalau lihat ada 12 kriteria pelayanan yang didapat, kalau itu betul dijalankan. Syukur lah, kesembuhan setiap pasien memang betul-betul jadi perhatian,” ucapnya. 

Dedi lantas menyambut baik kebijakan penghapusan kelas dalam aturan BPJS itu. 

Selain Dedi, komentar yang sama juga datang dari warga Sekupang, Yayu. Menurut dia, pemerintah harus mensosialisasikan penerapan aturan Kris atau BPJS tanpa kelas itu. 

Baca juga: Prosedur dan Cara Berobat dengan Kartu BPJS Kesehatan mulai Penyakit Umum, Berat, dan IGD

“Supaya kita tau kan, jangan nanti pas berobat ke Rumah Sakit karena pakai BPJS masih dapat layanan kelas 3. Bagus itu, kelas Bpjs dihapus,” katanya. 

Hanya saja, Yayu mengaku belum mendapat teknis pembayaran BPJS. “Iuran BPJS kita nanti gimna bayarnya. Berapa besarannya. Soalnya kan gak ada lagi tingkatan kelas,” ucapnya. 

Menurut dia, ini lebih baik bagi pelayanan dunia kesehatan. Sebab, selama ini terjadi kesenjangan dalam layanan kesehatan di rumah sakit ketika pasien menggunakan BPJS. Apalagi kelas 3. 

“Bukan rahasia umum lagi itu, kalau itu pasien BPJS dibanding pasien mandiri atau asuransi pasti yang pasien mandiri dan asuransi yang langsung cepat ditangani,” ungkapnya. 

Dalam suatu layanan, Yayu mengaku pernah merasakan layanan ketika menggunakan kartu peserta BPJS. Ia mendapat penanganan secara lambat lantaran pasien BPJS, akibat kondisi itu keluarganya pun ribut di rumah sakit. 

Disamping itu, Komentar yang berbeda datang dari Ara, warga Baloi. Menurutnya penghapusan kelas dalam BPJS akan membuat warga banyak menggunakan asuransi kesehatan. 

“Saya belum tau seperti apa juknis penerapannya ini. Tapi jika tingkatan kelas dalam BPJS dihapus ini akan timpang. Apakah dengan penghapusan ini jenis layanan yang diterima selaras dengan level kelas 1 atau justru lebih jelek. Kalau lebih buruk, bagus saya pakai asuransi kesehatan,” ungkapnya. 

Menurut dia, bagi masyarakat yang memiliki kondisi ekonomi cukup, jika terjadi ketimpangan dalam layanan kesehatan yang didapat maka orang akan berali ke asuransi. 

“Sebanarnya, kalau aku berpandangan ini akan menghidupkan kembali asuransi kesehatan. Ini bisa jadi bisnis. Karena selama ini banyak asuransi kesehatan gulung tikar di Indonesia,” katanya. 

Kendati begitu, ia tetap menyambut baik kebijakan penghapusan kelas dalam BPJS. Sebab, menurutnya semua masyarakat bisa mendapatkan layanan kesehatan yang layak. (TRIBUNBATAM.ID/bereslumbantobing)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved