RAMADAN 1446 HIJRIAH

Merawat Kemabruran Puasa, Antara Istigfar dan Taubat oleh Menag RI Nasaruddin Umar

Menteri Agama RI, Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, MA mengungkap perbedaan antara Istigfar dan Taubat di bulan Ramadan 1446 Hijriah.

TRIBUNNEWS.COM/LENDY RAMADHAN
MENTERI AGAMA RI - Menteri Agama RI Nasaruddin Umar melakukan sesi wawancara khusus di Studio Tribun Network, Jalan Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (28/1/2025). 

Merawat Kemabruran Puasa (13)

Antara Istigfar dan Taubat

oleh: Menteri Agama Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, MA

TRIBUNBATAM.id - Lain istigfar lain taubat. 

Istigfar adalah ungkapan spontanitas seorang hamba yang baru saja menyadari kekhilafannya dengan mengucapkan kalimat istgfar, misalnya astagfirullahal ’adhim

Sedangkan taubat lebih dari sekedar itu. 

Taubat menuntut persyaratan lebih banyak. 

Dalam kitab Hadâiq al-Haqâiq karya Muhammad bin Abi Bakar bin Abd Kadir Syamsuddin Al-Razi (W. 660 H), taubat disyaratkan dengan meninggalkan perbuatan dosa dan maksiat, mengucapkan kalimat istigfar, seraya menyesali perbuatan dosa dan maksiyat itu, bertekad dalam hati untuk tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi. 

Baca juga: Ramadan dan Memahami Tingkatan Doa oleh Menag RI Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, MA

Sebagian ulama menambahkan syarat meminta maaf kepada mereka yang telah dianiaya dan mengembalikan hak-hak mereka, mengganti perbuatan dosa dan maksiyat itu dengan amal kabajikan, menghancurkan daging dan lemak yang tumbuh dalam dirinya yang berasal dari sumber yang haram dengan cara al-riyadhah. 

Yakni menjalani latihan jasmani dan rohani dalam menempuh berbagai tahapan menuju kedekatan diri kepada Allah SWT, dan mujahadah, yakni perjuangan melawan dorongan nafsu amarahnya, tidak makan, minum, dan memakai pakaian. 

Kecuali yang bersumber dari yang halal, dan mensucikan hati dari sifat khianat, tipu daya, sombong, irihati, dengki, panjang angan-angan, lupa terhadap kematian dan yang semacamnya. 

Dengan demikian, taubat lebih berat daripada istigfar.
 
Taubat dalam kitab Ihya ’Ulumuddin karya monumental Al-Gazali (W. 505 H), mengisyaratkan ada tiga tingkatan. 

Baca juga: Enam Tips Aman dan Nyaman Berkendara saat Puasa di Bulan Ramadan

Pertama, taubatnya orang awam, yaitu taubat dari dosa dan maksiyat. 

Kedua, taubatnya orang khawas, yaitu taubat tidak karena melakukan dosa atau maksiyat melainkan taubat karena alfa melakukan ketaatan yang bersifat sunnat, misalnya meninggalkan shalat dhuha, shalat tahajjud, puasa Senin-Kamis, dll. 

Ketiga, taubatnya orang khawashul khawash, yaitu taubat bukan karena dosa dan maksiyat atau meninggalkan ketaatan sunnat, apalagi wajib, melainkan taubat karena berkurangnya nilai khusyu dari seluruh rangkaian rutinitas ibadah yang dilakukan. 

Bagi golongan ini, alfa sedikitpun tidak mengingat Allah Swt dirasakan seperti melakukan dosa.

Sehingga ia berusaha untuk menutupi kelemahan-kelemahan itu dengan taubat dan istigfar. 

Baca juga: Merawat Kemabruran Puasa saat Ramadan oleh Menag RI Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, MA

Rasulullah SAW, pernah ditanya oleh istrinya, ’Aisyah RA, Mengapa Engkau menghabiskan waktu malammu untuk beribadah, bukankah engkau seorang Nabi yang dijamin masuk surga oleh Allah SWT? 

Rasulullah SAW kemudian menjawab dengan singkat, ”Apakah aku tidak termasuk hamba yang bersyukur?” 

Dari sini bisa dipahami bahwa porsi makna taubat  tidak hanya sekedar pembersihan diri dari dosa dan maksiat. 

Tetapi lebih banyak bermakna mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Allah SWT (taqarrub ilallah).
 
Dalam perspektif tasawuf, para ulama menempatkan istigfar dan taubat sebagai maqam atau anak tangga pertama dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. 

Maqam-maqam berikutnya seperti sabar, qana’ah, faqir, zuhud, tawakkal, ridha, mahabbah dan ma’rifah akan menyusul dengan sendirinya jika maqam taubat sudah dituntaskan. 

Baca juga: Tak Cuma Islam, KUA Bakal Layani Semua Agama, Menag: Kemenag untuk Semua Agama

Dengan kata lain, istigfar dan taubat adalah anak tangga yang harus dilalui seorang hamba. 

Siapapun dan apapun kedudukan dan status seseorang, termasuk Rasulullah SAW sendiri senantiasa menjalankan taubat. 

Bahkan ’Aisyah juga meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah kurang 100 kali mengucapkan lafaz-lafaz istigfar

Istigfar dan taubat akan meringankan beban hidup seseorang. Wallahu a’lam. (*)

Baca juga Berita TribunBatam.id lainnya di Google News

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved