Tanjungpinang Terkini

Darman Pedagang Kacang Rebus di Lampu Merah Tanjungpinang, Sudah Tiga Dekade Berjualan

Ia adalah penjaja harapan, penjual ketekunan, dan saksi hidup perubahan kota sejak lebih dari tiga dekade lalu

Penulis: Yuki Vegoeista | Editor: Eko Setiawan
TribunBatam.id/Yuki Vegoeista
Darman seorang pria yang sudah mulai senja, tetap semangat menjual kacang dan jagung rebus di persimpangan lampu merah KM 9, Tanjungpinang 

TANJUNGPINANG, TRIBUNBATAM.id - Di sudut simpang lampu merah KM 9 Tanjungpinang, ketika langit mulai menguning dan jalanan perlahan disesaki kendaraan yang terburu waktu, ada satu wajah yang hampir tak pernah absen Darman, bersama gerobak tuanya yang mengepulkan uap hangat kacang dan jagung rebus. Ia bukan sekadar pedagang kaki lima. 

Ia adalah penjaja harapan, penjual ketekunan, dan saksi hidup perubahan kota sejak lebih dari tiga dekade lalu.

Lahir pada 1968, perjalanan hidup Darman tak semulus aroma dagangannya. Ia pernah berpindah-pindah kota dari Medan, Pekanbaru, hingga Bengkulu sebelum akhirnya menjatuhkan sauh di Tanjungpinang pada 1998. 

Di kota ini, ia menambatkan lelahnya dan menabur harapan lewat roda gerobak yang saban hari ia dorong dari rumah menuju tepi jalan.

“Dulu saya cuma lihat orang jualan, belajar pelan-pelan,” tuturnya, sembari menyendokkan kacang rebus ke dalam plastik, Kamis (10/4/2025).

Suaranya pelan, tapi matanya menyimpan riwayat panjang tentang belajar bertahan dan menjadi mandiri.

Gerobak itu bukan cuma tempat jualan ia adalah dapur keluarga, sekolah bagi anak-anaknya, dan lembaran hidup yang terus ia tulis setiap hari. 

Dari hasil berjualan, Darman menyekolahkan keempat anaknya. Satu telah menikah, satu bekerja, satu baru saja lulus SMA, dan si bungsu masih duduk di kelas lima SD. 

Semua ditopang dari pendapatan yang kadang pas-pasan, kadang nyaris tak cukup.

“Dulu sebelum Covid, satu kuintal bisa habis,” katanya sambil menarik napas panjang. “Sekarang, sepuluh kilo aja kadang masih sisa.”

Namun Darman tak menyerah. Ia mengakali keterbatasan dengan kreativitas membuat sendiri perlengkapan dagangnya, mulai dari speaker hingga sumber listrik sederhana dari aki motor. 

Setiap bagian dari gerobak itu seperti bagian dari dirinya: sederhana, tangguh, dan penuh perhitungan.

Yang membuatnya terus kuat adalah keramahan warga Tanjungpinang. 

“Orang sini baik-baik. Kalau kita ramah, mereka juga ramah,” ujarnya sembari tersenyum, seolah kehangatan kota ini telah menjadi energi yang menggerakkan roda gerobaknya setiap pagi.

Bantuan pendidikan sempat ia terima untuk anak-anaknya, namun belum ada sokongan nyata bagi usahanya. Meski begitu, ia tak menuntut.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved