Lingga Terkini

Orang Tua Protes Anaknya yang Tak Naik Kelas di Lingga Minta Dispensasi, Kepsek Beri Pilihan Ini

Polemik kebijakan tidak dinaikkannya seorang siswa di SMA Negeri 1 Selayar, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau, mencuat di publik.

Penulis: Febriyuanda | Editor: Eko Setiawan
Dokumentasi SMAN 1 Selayar
Potret lingkungan SMAN 1 Selayar, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau, saat upacara. Foto diambil beberapa tahun sebelumnya. 

TRIBUNBATAM.id, LINGGA - Polemik kebijakan tidak dinaikkannya seorang siswa di SMA Negeri 1 Selayar, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau, mencuat di publik.

Menurut Awalludin, wali atau orangtua dari siswa yang bersangkutan, efek jera yang digunakan pihak sekolah tidak relevan dalam dunia pendidikan.

Di mana pihak sekolah sudah melakukan rapat bersama majelis guru dan kepala sekolah, untuk melakukan upaya agar siswa tersebut bisa naik kelas.

Namun, dari catatan sekolah, seperti nilai yang rendah, sering tidak hadir tanpa keterangan, cabut saat jam pelajaran dan sikap, menjadi bahan pertimbangan, yang terpaksa tidak menaikkan MF dari kelas XI ke XII.

Menurut Kepala SMA Negeri 1 Selayar, Josua Ginting, ini juga merupakan suatu pembelajaran untuk siswa yang tidak naik kelas, untuk memacu semangat dan lebih giat ke depannya dalam mengulang pelajaran.

Ia menyebutkan, bukan hanya MF, tetapi beberapa siswa juga ada yang tidak dinaikkan saat pembagian raport, Kamis (26/6) tadi.

"Sekolah sudah sangat berupaya membuat MF mendapatkan nilai yang baik, tapi ternyata jauh dari harapan kami," ujarnya kepada Tribunbatam.id.

Menurutnya, ini bisa menjadi efek jera, agar siswa-siswa yang tidak naik kelas, bisa berubah ke depannya dan serius dalam belajar di SMA yang berdiri di Desa Penuba itu.

Josua juga memberikan pilihan kepada orangtua MF, jika orangtua bersikeras agar anaknya naik kelas bisa pindah ke sekolah lain.

"Kami sudah memberikan solusi, kalau tetap mau naik kelas harus pindah sekolah. Tetapi kalau tidak bisa pindah, siswa bersangkutan tetap mengulang di kelas yang sama di tahun ajaran baru nanti atau tetap tinggal kelas," ucapnya.

Menanggapi hal ini, Awalludin menilai, bahwa kebijakan yang dimaksud sebagai efek jera bagi siswa tidak relevan dalam dunia pendidikan.

"Itu bukan mendidik, tapi justru menghukum anak. Apalagi jika keputusan tersebut didasarkan pada masalah pribadi antara guru dan murid (menurutnya-red). Wajar jika perilaku anak sekarang berbeda dengan generasi dulu," ujarnya, Sabtu (28/6/2025).

Lebih lanjut, Awalludin mengungkapkan bahwa selama putranya duduk di kelas X hingga XI, pemanggilan wali murid oleh pihak sekolah, hanya dilakukan satu kali.

“Selebihnya tidak pernah ada. Kalau memang ada masalah serius, pihak sekolah seharusnya memanggil saya secara rutin agar saya bisa ikut memberikan pemahaman dan teguran,” ucapnya.

Awalludin juga menanggapi pernyataan kepala sekolah, yang menyebut alasan tidak naik kelas karena ketidakhadiran siswa melebihi 10 atau 14 hari.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved