Fatima bahkan mendatangi setiap ada informasi penemuan mayat, namun tidak ada satupun dari jasad itu adalah anaknya.
"Aku selalu takut, bagaimana dia bisa hidup? Anak saya itu masih berusia lima tahun. Banyak yang ingin saya melupakan setelah bertahun-tahun. Tapi naluri seorang ibu mengatakan ia akan kembali satu hari."
Sama dengan sang ibu, Saroo juga tak bisa bahagia kendati kehidupannya sangat baik dan ke dua orangtua angkatnya juga menyayangi dirinya.
Saroo menceritakan dalam bukunya, ia terus mengingat-ingat jalan-jalan yang dilaluinya di kampung halaman.
Bahkan setiap malam, ia akan terjaga dan "mengirimkan pesan telepati ibu saya agar dia tahu aku masih hidup dan baik."
Sampai akhirnya Google Earth membantunya untuk menemukan tempat kelahirannya.
Akhirnya, Maret 2011, Saroo seakan mendapatkan durian runtuh.
"Saya melihat gambar stasiun dengan menara air seperti yang saya ingat dulu. Ada juga jalan berbentuk tapal kuda yang akrab dengan ingatan saya."
Ketika ia mengklik simbol biru, ia menemukan bahwa kota itu bernama Burhanpur.
Pelan-pelan, ia terus memperbesar skala Google Earth, mengingat alur jalan kereta api sehingga kursor komputernya sampai ke sebuah kota bernama Khandwa.
Pikirannya makin terbuka pada sebuah jembatan di atas sungai besar, tempat ia sering bermain- main sewaktu kecil.
Alhasil, Saroo yang saat ini berkewarganegaraan Australia dan menggunakan nama ayah angkat di belakang namanya, akhirnya melakukan perjalanan ke India.
Fatima bercerita kepada DailyMail, "Saya sedang mencuci piring di tempat seseorang ketika tetangga berlari menghampiri saya berteriak-teriak anak saya ada di rumah."
Fatima sempat tidak percaya dan menganggap tetangganya itu membuat lelucon, namun sang tetangga malah menyeretnya pulang.
"Ketika saya melihat dia, saya mati rasa. matanya sama, tanda luka pada dahinya mengatakan itu semua. Hal pertama yang dia katakan adalah "Mak", dan kami berpelukan selama berjam-jam. Kami tidak berbicara, hanya memegang satu sama lain," kenang Fatima.