Pihak lain memandang adalah terlalu jauh untuk mempertentangkan peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan ini dengan UUD 1945.
"Services seperti ini memang agak terlalu sumir kalau ditabrakkan dengan konstitusi. Yang harus dilakukan adalah apakah peraturan ini bertabrakan dengan pasal-pasal di undang-undang yang organik. Karena kalau konstitusi itu kan hanya panduan-panduan," kata Tulus Abadi, ketua pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Undang-undang organik yang dimaksud adalah Undang-undang Kesehatan, Rumah Sakit, Anak dan peraturan Kementerian Kesehatan. Sampai sejauh ini YLKI masih akan mempelajari hal ini dengan kondisi di lapangan dan pengaduan konsumen.
Efisiensi
BPJS adalah badan pemerintah yang mengalami kesulitan keuangan karena terus mengalami defisit.
Pada tahun 2017 tercatat nilainya adalah Rp9 triliun sedangkan di tahun ini akan mencapai Rp12 triliun.
Peraturan baru ini dikeluarkan sebagai salah satu langkah untuk mengatasi masalah, dengan melakukan penghematan ratusan miliar Rupiah.
"Prinsipnya ini adalah bagian dari delapan bauran atau sembilan bauran kebijakan yang sudah disusun sebenarnya. Ini adalah bagian dari skema besar pengendalian pembiayaan ataupun bagaimana langkah-langkah strategik secara keseluruhan, tindak lanjut dari rapat tingkat menteri yang mengatur bagaimana memastikan kesinambungan program ini," kata Nopi Hidayat.
Banyak pihak memandang ini hanyalah langkah jangka pendek yang tidak akan menyelesaikan masalah besar, karena yang perlu dilakukan adalah usaha pencegahan.
"Efisiensi dalam arti bahwa selama ini BPJS bleeding itu harus diapresiasi. Kan kita tahu bahwa BPJS setiap tahun itu bleeding dalam arti tekor. Secara fundamental sebenarnya yang membuat ini tekor karena yang dilakukan BPJS selama ini dominan dari sisi kuratif, bukan preventif," kata Tulus.
BPJS seharusnya dari hulu sudah mencegah orang untuk tidak sakit, bukannya mengobati orang sakit yang pada akhirnya membuat badan ini defisit, tambahnya.
Dianggap Bisa Menaikkan Angka Kematian Bayi
Sebagian pihak memandang peraturan ini diperkirakan akan meningkatkan angka kematian bayi sehingga tidak akan tercapai sasaran Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 2030 menurunkan kematian bayi 12/1000. Saat ini angkanya 22-23/1000.
Jadi sebaiknya apa yang bisa dilakukan BPJS, untuk membantu kelompok masyarakat yang tidak mampu mendapatkan sarana kesehatan ini?
"Kalau nggak sanggup, naikkan iuran. Co-sharing, yang kekurangan itu harus dibayar pasien kan. Tapi kan tidak mau orang pasti kan jadinya. Yang ketiga kalau saya bilang, negara harus hadir, memang mensubsidi. APBN masukkan jadi memang. Nggak boleh di-cut cut," Aman Pulungan berpendapat.