Soeharto pun membentuk Kabinet Reformasi, namun ternyata 14 menteri menyatakan untuk tidak bersedia.
Soeharto yang menerima kabar itu pada 20 Mei pun merasa benar-benar terpukul dan ditinggalkan.
Rencananya, pada 21 Mei 1998 Soeharto mengumumkan kabinet itu dan melantiknya pada 22 Mei 1998.
Sekitar pukul 19.30 WIB di Jalan Cendana, Jakarta Pusat, BJ Habibie (wapres) pun menemui Soeharto untuk membahas kabinet itu.
Pembicaraan dengan pimpinan DPR/MPR yang meminta Soeharto mundur akan dilakukan pada 23 Mei 1998.
Sementara Habibie berpikir bahwa Soeharto akan mundur setelah Kabinet Reformasi terbentuk.
Habibie kemudian bertanya mengenai posisinya sebagai wakil presiden.
Soeharto pun dengan mengejutkan menjawab "Terserah nanti. Bisa hari Sabtu, hari Senin, atau sebulan kemudian, Habibie akan melanjutkan tugas sebagai presiden."
Setelah mencapai kesepakatan tentang pembentukan Kabinet Reformasi, pada pukul 22.30 WIB Soeharto memanggil Saadillah Mursjid untuk menyiapkan segala sesuatu, karena besok Soeharto ingin mundur.
Dia merasa ditinggalkan semua orang kepercayaan.
Kesepian, menjadi satu-satunya teman yang menguatkan putusan itu di tengah huru-hara yang pecah menyelimuti negeri.
Tiga Kejadian Tak Biasa yang Dialami Soeharto Jelang Wafatnya Ibu Tien
Soeharto mengalami sejumlah hal yang tak biasa menjelang wafatnya Ibu Tien. Hal ini dikisahkan oleh seorang pengelola restoran bernama Hioe Husni Wirajaya dalam buku "Pak Harto, The Untold Stories" terbitan Gramedia Pustaka Utama (2011).
Saat itu Soeharto mengalami peristiwa yang tidak biasa menjelang wafatnya sang istri, Bu Tien
Dalam buku tersebut, Hioe mengaku pernah menemani Soeharto mengunjungi Pulau Tunda, pada 26 April 1996.