Saat itu, Soeharto baru saja selesai menjalankan salat Jumat.
Begitu sampai di Pulau Tunda, Soeharto langsung memancing saat sore hari.
Beberapa saat kemudian, Soeharto berhasil mendapatkan dua ekor kakap merah berukuran besar.
Namun, tiba-tiba saja muncul hujan yang disertai angin kencang, dan cuaca pun gelap.
Seketika mereka menghentikan kegiatan memancing itu.
"Pada saat itu arus bawah laut juga deras, sehingga dari kapal Lemuru yang beliau gunakan memancing, Pak Harto pindah ke Kapal Madrim yang lebih besar, dan saya ikut bersamanya,"kata Hioe.
Namun, peristiwa yang tidak biasa kembali terjadi.
Saat akan mandi, Soeharto tiba-tiba kehabisan air.
"Pak Harto tidak marah, beliau hanya meminta diberi air Aqua untuk melap tubuh. Saya menduga ada yang tidak sengaja atau lupa mematikan keran wastafel ketika mencuci tangan pada saat Bapak sedang memancing tadi,"ujar Hioe.
Tidak hanya itu, saat akan makan malam bersama para pejabat lainnya, termasuk Kepala Desa Tunda, genset di kapal tersebut tiba-tiba mati.
Sedangkan, saat itu juga terjadi hujan, dan angin semakin menjadi-jadi.
Akibatnya, kapal itu pun harus ditambatkan ke kapal Baracuda.
Dalam suasana seperti itu, diam-diam Hioe memperhatikan Soeharto.
"Saya melihat pandangan mata beliau tampak kosong. Saat itu juga Pak Harto memutuskan batal memancing di hari Sabtu besok karena memperkirakan arus masih akan sangat kuat hingga keesokan harinya," kata Hioe.
Pada hari Minggu, Hioe pun mendapatkan kabar duka.