TribunSolo.com mencoba berbincang dengan Juwadi, dia mengerti apa yang dimaksudkan dari pertanyaan yang dilontarkan.
Hanya saja, dia tidak menjawabnya dengan jelas.
Juwadi sering menjawab dengan mengangguk atau menggeleng namun sesekali dia juga mencoba menjelaskan dengan bicara.
Saat ditanyai kenapa dia tidak mau bersekolah apakah lantaran ingin membantu ibunya untuk mengurus rumah, Juwadi mengangguk mendengar pertanyaan tersebut.
Dia juga menjelaskan, sering membantu proyek pengaspalan dan libur pada hari waktu tertentu yakni sabtu dan minggu.
Sesekali penjelasan Juwadi dibantu oleh adik almarhum ayahnya (bulek), Sendet (56).
"Juwadi itu tidak sekolah ya memang bantu - bantu di rumah untuk mengurus adik-adiknya," kata Sendet pada TribunSolo.com, Sabtu (22/6/2019).
Sendet mengatakan, dia juga banyak membantu soal pengelolaan keuangan keluarga Juwadi.
"Kalau bayaran kerja, uangnya sama bosnya Juwadi dikasih saya, jadi anak ini tidak bisa menghitung jadi saya yang ngecakne (mengatur)," papar Sendet.
"Satu minggu dapat Rp 500 ribu, nanti buat sangu adiknya dan makan keluarga saya yang bantu kelola," aku dia membeberkan.
Ia menambahkan, Juwadi memang sejak kecil tidak bersekolah karena harus bekerja.
"Juwadi sendiri itu susah ngomong kayak celat, dia kerja bantu proyek aspal dan dari kecil tidak sekolah," kata Sendet ditemui TribunSolo.com, Sabtu (22/6/2019).
"Dia buta huruf dan hitung tidak bisa baca tulis," tambah Sendet.
Ibunya Juwadi selama ini memang seperti orang yang keterbelakangan mental namun masih bisa diajak komunikasi dan hidup normal sehari-hari.
Jadi ibunya sendiri tidak bisa banyak membantu dalam pengelolaan keuangan dan lain sebagainya.