Akibatnya, kasus ini semakin menjadi sorotan media massa saat itu.
Tersiar pula kabar bahwa pelakunya adalah sejumlah sejumlah anak pejabat dan anak seorang Pahlawan Revolusi. Namun, mereka tetap membantah tuduhan tersebut.
Presiden Soeharto pun akhirnya ikut ambil langkah. Kasus ini dinilai mengguncang stabilitas nasional.
Akhirnya, ia memerintahkan untuk menghentikan kasus ini dan diserahkan ke tim pemeriksa Pusat Kopkamtib.
Kemudian, pada sidang lanjutan kasus Sum, polisi mengumpulkan 10 tersangka.
Namun, mereka bukanlah anak penjabat yang Sum tuduhkan.
Mereka bahkan membela diri dan menyebut siap mati demi menolak tuduhan itu.
Pada akhirnya, Jenderal Hoegeng pun tak bisa berkutik karena dipensiunkan dini.
Kariernya yang tiba-tiba hilang, membuat Jenderal Hoegeng mengembalikan semua barang yang dipakai saat menjadi Kapolri.
Kemudian, ia pun langsung menghampiri sang ibu.
Momen ini dituliskan dalam buku 'Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan' seperti yang dikutip oleh Intisari.
"Saya tak punya pekerjaan lagi, Bu," kata Jenderal Hoegeng bersimpuh di depan ibunya.
Namun, ibunya tetap menenangkan sang anak.
"Kalau kamu jujur dalam melangkah, kami masih bisa makan hanya dengan nasi dan garam," kata sang ibu.
Akhirnya, Jenderal Hoegeng pun tak bisa lagi beraksi memberantas kejahatan.
Ia bahkan harus hidup sengsara selama bertahun-tahun.
Melansir dari Kompas.com, putra Heogeng, Aditya Soetanto sempat membeberkan bahwa ayahnya hanya menerima uang pensiun Rp 10 ribu setiap bulan.
Heogeng pun harus banting setir untuk menafkahi keluarganya dengan menjadi seorang pelukis dan menjual lukisannya.
Ia bersama keluarganya harus mengalami masa yang sangat sulit.
Setelah bertahan 10 tahun, akhirnya ia mendapatkan penyesuaian uang pensiun menjadi Rp 1 juta, pada 2001.
Tiga tahun kemudian, ia meninggal karena sakit.(*)
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Rela Pensiun Dini di Era Soeharto, ini Profil Jenderal Polisi Hoegeng yang Usut Kasus Sum Kuning