Di Balik Kisah Proklamasi 17 Agustus 1945 yang Jarang Orang Tahu, sampai Soekarno Diminta Mengulang

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Soekarno saat Proklamasi 17 Agustus 1945

Satu-satunya yang dipikirkan, bagaimana caranya mendapatkan barang tersebut.

"Saya beli kain ini dengan harga Rp 500,00, terdiri atas lima lembar ratusan uang zaman Jepang dari kocek saya sendiri.

Melihat uang segitu banyak, si tukang warung hanya terbengong-bengong saja. Transaksi waktu itu tidak berlangsung lama."

Setelah itu buru-buru ia membawa kain merah tersebut ke rumah Ibu Fat. Begitu diserahkan, Kustaryo langsung pergi lagi.

Bahkan ketika bendera itu dikibarkan pada saat proklamasi, ia pun tidak tahu.

"Setelah itu saya lalu pergi dari Jakarta, kembali bergabung dengan rekan-rekan pejuang lain.

Maklum waktu itu tentara Jepang yang bersenjata masih banyak berkeliaran. Belum lagi pasukan Inggris," kenangnya.

Selang beberapa tahun kemudian, suatu hari Kustaryo ketemu Ibu Fat lagi di Yogyakarta.

bendera merah putih (kompasiana)

Iseng-iseng ia bertanya apakah bendera pusaka yang dikibarkan pada saat proklamasi tersebut, adalah bendera yang kain merahnya pemberian dia dulu.

"Bu Fat menjawab, benar! Kain merah yang saya jahit itulah pemberian Saudara.

Saudara memang sungguh berjasa. Terima kasih ... saya sampai lupa," begitu jawaban Ibu Fat seperti yang ditirukan Kustaryo.

Versi lain riwayat bendera pusaka ini, menurut Kustaryo memang belum pernah diketahui umum.

Apalagi beberapa saksi mata yang melihat Lukas memberikan kain tersebut kepada Ny Fatmawati, semuanya sudah tiada.

"Selain Bu Fat, yang sempat melihat adalah Bung Karno dan supir pribadi mereka. Kalau tidak salah namanya Pak Sarip." (Putra Dewangga Candra Seta)


Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul KISAH di Balik Proklamasi 17 Agustus 1945 yang Jarang Orang Tahu, sampai Soekarno Diminta Mengulang

Berita Terkini