Adapun wilayah perompakan mereka di perairan Selat Malaka, termasuk daerah lain yang kini masuk wilayah Malaysia, Singapura dan Bintan.
Setiap selesai merompak, mereka beristirahat disebuah kampung Dompak Seberang.
Kampung itu belum punya nama, namun sudah bermukim sejumlah orang Tionghoa.
Kampung tersebut diberi nama Kampung Lompak oleh orang Tionghoa.
Namun, aktivitas mereka ditempat ini tak bisa bertahan lama karena ditentang pihak Kerajaan Riau Lingga yang ingin membasmi para perompak tersebut.
Setelah itu, oleh orang Melayu yang bermukim di sana, nama Kampung Lompak diubah Jadi Kampung Dompak.
Artinya tetap sama, yakni kampung perompak.
Versi kedua menyebutkan, di wilayah Dompak Seberang, tepatnya di Kampung Dompak Lama adalah tempat persembunyian sekaligus tempat peristirahatan para perompak.
Mereka adalah orang Tionghoa, sedangkan penduduk aslinya adalah orang Melayu Kepri.
Para perompak yang berada di daerah ini tidak menetap dan mereka tak menganggu penduduk daerah.
Penduduk asli selalu mewaspadainya.
Saat mereka datang dari jauh, terdengar suara gongnya.
Apabila mendengar gong itu, gadis-gadis Melayu penduduk asli langsung masuk ke dalam rumah.
Lokasi persembembunyian para perompak itu di hutan kayu bakau.
Pada suatu hari, saat pimpinan perompak sedang tertidur, tiba-tiba dadanya ditimpa buah kayu bakau.