Pernah juga ada ular sanca tiba-tiba nongol," kata Firnando.
Orangtua Rezi, Eni Murya Sari (38) mengaku prihatin dengan kondisi anaknya.
• Terkait Corona, BPOM Kepri Ubah Pelayanan, Siapkan Layanan Daring
• Jika Sekolah Bisa Gelar Ujian Daring dari Rumah Siswa, UNBK Bisa Tetap Digelar, Tapi…
Dirinya waswas saat anaknya masuk ke dalam kebun pisang demi menyambung internet.
Karena keadaan ekonomi keluarga yang tak memungkinkan, Erni hanya bisa memantau dari kejauhan.
"Sebenarnya waswas karena di sini sarang ular, tapi mau gimana lagi, mau beli kuota kita gak ada uang," kata Eni.
Karena itu, setiap anaknya berburu WiFi di kebun belakang rumah, Eni memastikan tak terjadi apa-apa terhadap anaknya.
"Sebentar, sebentar pasti saya panggil.
Namanya ibu sama anak pasti cemas, tapi mereka ya biasa saja, gak takut gitu," katanya.
Menurut Eni, sistem belajar daring sangat memberatkan, karena harus menambah pengeluaran selain untuk membeli kebutuhan pokok.
Ia merinci, untuk anaknya yang duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) ini, bisa menghabiskan uang Rp 200 ribu sebulan hanya untuk beli kuota internet.
"Mending belajar di sekolah saja, dengan uang segitu sudah bisa beli kebutuhan sehari-hari buat sebulan," keluh Eni.
(*)
Artikel ini telah tayang di tribunlampung.co.id dengan judul Masuk Sarang Ular Demi Belajar Daring, Cerita 4 Pelajar di Bandar Lampung Tak Mampu Beli Kuota