"Kami pun sebetulnya memang sudah mengusulkan Pilkada ini ditunda lagi supaya juga tidak semakin menambah penularan (virus corona)," kata Khoirunnisa, Jumat (18/9/2020).
Khoirunnisa mengatakan, semakin banyak penyelenggara Pemilu yang positif Covid-19, kekhawatiran akan penularan virus corona di antara penyelenggara kian besar.
Apalagi, jika di saat bersamaan penyelenggara tak dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) yang mencukupi.
Namun demikian, sejak awal Perludem telah menyampaikan bahwa idealnya Pilkada tak digelar di situasi pandemi.
Sebab, bagaimanapun protokol kesehatan dirancang, Pilkada tetap memaksa orang-orang untuk bertemu.
Padahal, hal itu berpotensi menyebarkan virus.
"Sebetulnya situasi Pilkada 'enggak kawin' dengan situasi pandemi.
Tahapan Pilkada itu kan tahapan yang orang ketemu, berkumpul, sementara pandemi kan tidak seperti itu, harus jaga jarak, harus lebih banyak di rumah," tutur Khoirunnisa.
Dengan situasi yang demikian, ia mengusulkan agar Pilkada ditunda untuk sementara waktu.
Penundaan bisa dilakukan hingga situasi sudah membaik dan tidak perlu sampai pandemi Covid-19 benar-benar berakhir.
Selama penundaan, pemangku kebijakan harus membenahi hal-hal yang masih kurang dan dibutuhkan dalam penyelenggaraan Pilkada di tengah pandemi.
Misalnya, membuat aturan yang lebih tegas soal sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan Pilkada, merancang alternatif pemungutan suara melalui pos, hingga mendesain ulang hari pencoblosan Pilkada menjadi lebih panjang, untuk mencegah munculnya keramaian.
"Opsi itu ada, bisa menunda secara nasional 270 daerah ditunda, atau bisa juga menundanya parsial per daerah.
Misalnya di satu daerah sangat buruk situasi Covidnya, bisa daerah itu yang ditunda saja," ujar Khoirunnisa.
Khoirunnisa menambahkan, kemungkinan penundaan Pilkada masih terbuka lebar.