HUMAN INTEREST

Kisah Hamid Berburu Ikan Dingkis Si 'Emas Hidup', Jelang Imlek di Pulau Kasu Batam

Penulis: Beres Lumbantobing
Editor: Dewi Haryati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kisah Hamid Berburu Ikan Dingkis Si 'Emas Hidup', Jelang Imlek di Pulau Kasu Batam. Hamid (67) mengangkat ikan dingkis hasil tangkapan di kelong miliknya di perairan Pulau Kasu, Belakangpadang saat ditemui Tribunbatam.id

BATAM, TRIBUNBATAM.id - Kisah Hamid Berburu Ikan Dingkis Si 'Emas Hidup' di Pulau Kasu, Berhari-hari di Atas Kelong.

Usianya memang sudah tak lagi muda, namun semangatnya untuk memburu ikan Dingkis si 'emas hidup' tak mengenal lelah.

Ia adalah Hamid (67), pria kelahiran Pulau Kasu, Belakangpadang, Batam yang kini tinggal dan menetap di Pulau Pemping.

Hamid tampak sibuk melihat ke bawah kelong yang dipasangi jaring. Ia berjalan meniti potongan ranting kayu kelong yang tertancap di atas laut untuk melihat ikan Dingkis yang masuk ke dalam kelong miliknya.

Kelong adalah alat perangkap ikan yang digunakan nelayan pesisir. Kelong biasanya dibangun dari kayu libung, kayu khusus yang berbentuk pipih, tapi kokoh.

Baca juga: IMLEK 2021 di Kepri dan Ikan Dingkis, si Emas Hidup yang Dipercaya Bawa Hoki

Baca juga: JELANG Imlek, Harga Ikan Dingkis di Batam Meroket, Tembus Rp 500 Ribu per Kilogram


Bentuk kelong menyerupai huruf Y. Bila rombongan ikan sudah memasuki mulut kelong, nelayan bersiap untuk menutup pintunya. Terdapat 3 pintu yang dilalui ikan, sebelum masuk ke dalam jaring-jaring nelayan.

Jika ikan Dingkis masuk, maka Hamid dengan sigapnya langsung menutup pintu kelong.

Aktivitasnya menjaga kelong sudah dilakukan Hamid dalam 5 hari terakhir menjelang perayaan Imlek Tahun Baru China.

Ketenangan perairan Pulau Kasu tepatnya di kelong 'Pak Hamid' pecah, saat kapal kami menghampirinya pada Rabu (10/2/2021) lalu.

Kami pun langsung menyapa pemilik kelong Hamid. 'Apa kabar pak'?

Lalu Hamid dengan sigap menatap kapal kami yang terus mendekati kelongnya.

"Alhamdulillah baik," jawab Hamid penuh keakraban.

Hamid tak sendirian, ia ditemani seorang rekannya yang saat itu sedang menyelam untuk 'menyedok' ikan yang sudah masuk dalam jaring kelong.

"Masih sedikit dapat, ikan lagi susah cari. Tak seperti dulu-dulu," cetus Hamid.

Kendati hasil tangkapannya masih terbilang sedikit, pria lanjut usia ini tak kenal lelah untuk terus bertahan di atas kelong menunggu ikan Dingkis si 'emas hidup'.

Layaknya seorang kakek, pria ini tak ingin dipanggil kakek oleh rekan kerjanya kecuali sang cucunya.

Bekerja mencari ikan di atas kelong, Hamid mengaku bertahan seharian terpanggang panas terik matahari di atas kelong. Tak hanya terpanggang matahari, jika hujan dan angin kencang turun, Hamid tetap bertahan dan berteduh di atas kelong.

Untuk menyantap makan pagi dan siangnya pun Hamid lakukan di atas kelong.

Di kelong, Hamid terlihat membawa bontot makanan, lengkap dengan termos pemanas kopi.

"Sudah dari pagi saya di sini, dari pukul 5 Subuh. Sebab ikan keluarnya jam segitu," kata Hamid.

"Makan ? Di sini juga, sarapan pagi, siang dan sore jelang Maghrib nanti baru pulang ke rumah," sambungnya.

Kulit Hamid terlihat sudah keriput, wajahnya sudah menua namun ia mengaku memiliki stamina yang tak kalah dengan pemuda lainnya.

Hamid mengaku jika di usianya yang hampir memasuki 70 tahun ini seharusnya sudah berdiam diri di rumah, namun baginya berbeda.

"Umur boleh tambah, tapi badan harus terus bekerja. Biar sehat," ujarnya.

"Dah biase lah macam gini, orang kerja bapak kita dari dulu dah nelayan. Tinggal di pulau lagi, hari hari melaut," sambung Hamid.

Perayaan Imlek menjadi momen bagi Hamid bersama warga Kecamatan Belakangpadang, Batam untuk mengumpulkan rezeki berburu ikan Dingkis.

"Rezeki nomplok ya. Masyarakat nelayan menyebutnya ibarat harta karun dengan penghasilan berlipat ganda yang hanya dapat diperoleh empat hari sebelum perayaan Imlek.

"Inilah momen yang kami tungu-tunggu setiap tahunnya, yakni perayaan hari Imlek bulan China," ucap Hamid.

Momen perayaan Imlek menjadi kesempatan emas bagi para nelayan.

Emas Hidup, ya. Ikan Dingkis memang ibarat emas bak harta karun menjelang perayaan hari raya imlek. Bagaimana tidak, harga ikan Dingkis yang biasanya berkisar Rp 40 ribu hingga Rp 50 ribu, pada perayaan Imlek harganya meroket hingga Rp 400 ribu dan Rp 500 ribu.

Menurut Hamid, ikan Dingkis di Batam, Kepri menjadi hal yang spesial bagi nelayan setiap hari Imlek. Selain itu, ikan Dingkis akan bertelur dan tidak bau amis.

Tidak heran jika etnis Tionghoa di pesisir Malaka meyakini mengkonsumsi ikan Dingkis akan membawa rezeki di sepanjang tahun. Hal itu sudah menjadi sebuah keniscayaan bagi masyarakat Tionghoa di Kepri.

Itu pulalah yang membuat ikan Dingkis mahal di saat perayaan Imlek.

Sayangnya jelang perayaan Imlek tahun ini, tangkapan ikan Dingkis nelayan di Kecamatan Belakangpadang menurun.

Diakui Hamid saat ini ikan dingkis lagi sulit didapat nelayan.

Hamid terlihat pasrah siang itu. Bagaimana tidak? Seharian menunggu di laut hasil tangkapannya baru sebanyak 3,5 kg.

"Bulan Imlek sekarang lagi susah cari ikan. Tak macam dulu, bisa-bisa langsung beli rumah baru, beli motor baru. Sekarang sedikit, tapi adalah," ucapnya.

(Tribunbatam.id/bereslumbantobing)

Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google

Berita Terkini