BINTAN, TRIBUNBATAM.id - Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Bintan kini tengah melakukan pengawasan terhadap penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) di Kabupaten Bintan.
Penyakit LSD ini menjadi ancaman bagi peternak sapi, selain Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Penyakit yang dikenal dengan istilah penyakit kulit berbenjol, saat ini sedang menyerang di beberapa wilayah di Indonesia.
"Maka dari itu, kita meminta Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan serta UPTD RPH dan Puskeswan untuk meningkatkan kewaspadaan," ucap Kepala DKPP Bintan, Khairul, Selasa (14/2/2023).
Di tempat yang sama, Pejabat Otoritas Veteriner Kabupaten Bintan, drh. Iwan Berri Prima menuturkan, hingga saat ini belum ada laporan kasus LSD di Bintan.
Baca juga: Cegah PMK, Ratusan Hewan Ternak Sapi di Bintan Mulai Dapat Vaksin
Meski begitu, pihaknya meminta kepada peternak jika hewan ternaknya sakit, segera hubungi dokter hewan dan atau petugas paramedik veteriner di lapangan.
Adapun gejala klinis dari penyakit LSD ini, di antaranya adanya lesi kulit berupa nodul atau benjolan berukuran 1-7 cm yang biasanya ditemukan pada daerah leher, kepala, kaki, ekor sapi dan kambing.
Pada kasus berat, nodul-nodul ini dapat ditemukan hampir di seluruh bagian tubuh.
"Munculnya nodul ini biasanya diawali dengan demam hingga lebih dari 40,5°C. Nodul pada kulit tersebut jika dibiarkan akan menjadi lesi nekrotik dan ulseratif," terangnya.
Selanjutnya, hewan sapi akan lemah, adanya leleran hidung dan mata, pembengkakan limfonodus subscapula dan prefemoralis, serta dapat terjadi oedema pada kaki.
Selain itu, LSD juga dapat menyebabkan abortus, penurunan produksi susu pada sapi perah, infertilitas dan demam berkepanjangan.
Namun, gejala klinis LSD dipengaruhi oleh umur, ras dan status imun ternak.
Baca juga: Ratusan Ternak Sapi di Karimun Terima Vaksin PMK Dosis Kedua
Penularan penyakit LSD ini terjadi dengan dua cara. Pertama, penularan secara langsung, yakni melalui kontak dengan lesi kulit, namun virus LSD juga diekskresikan melalui darah, leleran hidung dan mata, air liur, semen dan susu.
"Tidak hanya itu, penularan juga dapat terjadi secara intrauterine," ungkapnya.
Iwan menambahkan, penularan secara tidak langsung juga bisa terjadi melalui peralatan dan perlengkapan yang terkontaminasi virus LSD seperti pakaian kandang, peralatan kandang, dan jarum suntik.