KARIMUN, TRIBUNBATAM.id - Festival lampu colok Karimun begitu menyita perhatian warga di sana.
Pelaksanaan festival lampu colok Karimun saat malam tujuh likur atau malam 27 Ramadan hingga takbir berkumandang masih lestari di 'Bumi Berazam' ini.
Festival lampu colok Karimun itu berasal dari kaleng bekas minuman yang dimodifikasi dengan memberi sumbu dan bahan bakar minyak.
Bekas minuman kaleng yang telah diubah itu, kemudian disusun sedemikian rupa.
Ada yang menyerupai bentuk bangunan, seperti masjid atau bangunan ikonik di Karimun lainnya.
Baca juga: Festival Lampu Colok di Karimun, 75 Peserta Bakal Meriahkan Malam Tujuh Likur
Pada tahun ini, lampu colok yang terpasang pada festival lampu colok sedikit berbeda yang menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar.
Hal itu di karenkan BBM jenis minyak tanah tiga tahun terakhir telah langka atau dialihkan dengan menggunakan solar.
Sebelumnya tradisi lampu colok hanya digunakan sebagai penerangan jalan-jalan perkampungan.
Mulai dari perkarangan atau halaman rumah hingga menuju Masjid.
Namun dengan kreatifitas masyarakat sejak tahun 1980-an hingga saat ini, lampu colok dibentuk menyerupai bangunan atau menara yang kokoh dan megah menghiasi setiap sudut persimpangan jalan.
Apalagi saat ini tradisi lampu colok sudah sangat luar biasa disambut oleh seluruh masyarakat Kabupaten Karimun.
Baca juga: INI Syarat Agar Festival Lampu Colok di Karimun BIsa Digelar
Tidak hanya itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Karimun melalui Dinas Pariwisata juga ikut mendukung dengan menggelar festival lampu colok agar pelestarian tradisi tetap terjaga.
Dalam tradisi turun temurun lampu colok juga mengandung nilai-nilai dan makna lain, yaitu nilai agamis, gotong royong dan semangat kebersamaan.
Tanpa ada semangat gotong royong dan semangat kebersamaan, tidak mungkin bangunan menyerupai menara lampu colok dengan berbagai model dapat tegak kokoh.
Salah satunya gabungan dari Ikatan Pemuda Parit Lapis dan Parit Rempak, Kecamatan Meral yang semangat ikut menjadi peserta lampu colok tahun ini.