KASUS ANDHI PRAMONO

Eksepsi Andhi Pramono Sebut Dakwaan Jaksa Tak Jelas, JPU Minta Pledoi Ditolak

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

EKSEPSI ANDHI PRAMONO - Sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (22/11) mengungkap Andhi Pramono menerima uang Rp 2 miliar lebih dari bos sembako di Karimun. Tim penasihat hukum Andhi Pramono menyebut dakwan jaksa KPK tidak jelas.

TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Sidang perkara gratifikasi yang menyeret eks pejabat Bea Cukai, Andhi Pramono terus bergulir.

Yang terbaru, Andhi Pramono melalui tim penasihat hukumnya menilai dakwaan JPU KPK tidak jelas.

Eksepsi Andhi Pramono itu dibacakan melalui sidang di PN Jakarta Pusat, Rabu (29/11).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam dakwaannya sebelumnya menyebut jika Andhi Pramono menerima gratifikasi total Rp 58.974.116.189.

Sejumlah uang itu, menurut jaksa KPK ia terima terkait pengurusan pengurusan kepabeanan ekspor dan impor saat kliennya bekerja sebagai pegawai Bea Cukai.

Berdasarkan surat dakwaan Jaksa KPK, gratifikasi yang diperoleh Andhi Pramobo berasal dari sejumlah pihak terkait pengurusan kepabeanan impor saat bekerja sebagai pegawai Bea Cukai.

Baca juga: Andhi Pramono eks Pejabat Bea Cukai Terdakwa Gratifikasi Bacakan Eksepsi Hari Ini

Jaksa menyebut, Andhi Pramono telah menerima gratifikasi sebesar Rp 50.286.275.189,79 miliar yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagai penyelenggara negara.

Selain Rupiah, Andhi Pramono menerima uang dengan pecahan dollar Amerika Serikat sekitar 264,500 atau setara dengan Rp 3.800.871.000,00.

Tak hanya itu, eks Pejabat Bea Cukai itu diduga menerima uang dollar Singapura sekitar 409.000 atau setara dengan Rp 4.886.970.000,00.

“Bahwa penerimaan gratifikasi tersebut ada yang diterima terdakwa secara langsung dan ada pula yang melalui rekening bank, baik rekening bank milik terdakwa maupun rekening Bank atas nama orang lain (nominee) yang dikuasai oleh terdakwa,” ungkap Jaksa KPK, Rabu lalu.

Atas perbuatannya, Andhi Pramono disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHPidana.

Andhi ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada Jumat, 7 Juli 2023.

Baca juga: Andhi Pramono Terima Rp 2 M dari Bos Sembako Karimun, Terungkap Dalam Sidang

Andhi Pramono disangkakan menerima uang suap dari pengurusan ekspor impor kala menduduki jabatan Kepala Kantor Bea Cukai Makassar maupun posisi-posisi sebelumnya di Bea Cukai.

“Berdasarkan surat dakwaan yang disusun oleh penuntut umum maka menurut hemat kami ada beberapa hal yang perlu ditanggapi seksama mengingat di dalam surat dakwaan tersebut terdapat berbagai kejanggalan dan ketidakjelasan yang menyebabkan kami mengajukan keberatan,” kata hukum Andhi Pramono, Eddhi Sutarto dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (29/11/2023).

Dalam eksepsi Andhi Pramono juga terungkap jika surat dakwaan KPK tidak menyebutkan adanya perbuatan seseorang yang menerima uang dalam kapasitas sebagai seorang yang melakukan kegiatan mengelola hasil usaha atas kerja sama investasi dengan mitra usaha.

Jaksa KPK juga dinilai tidak menjelaskan adanya kegiatan pemberian arahan atau informasi terkait dengan penunjukan perusahaan ekspor impor yang baik dalam menjalankan impor clearance, serta kegiatan penerimaan atau pengeluaran uang terkait dengan pinjam meminjam antar sahabat atau teman.

Padahal, kata Eddhi, kegiatan tersebut tidak dalam kapasitas sebagai pegawai negeri atau penyelenggara Negara.

“Bahwa dalam dakwaan penuntut umum tidak disebutkan juga keterkaitan antara penerimaan uang yang diperoleh terdakwa dengan kedudukan jabatan yang disandang oleh terdakwa,” ucap dia.

Baca juga: Ini Kata Kapolsek Lubuk Baja terkait Pemeriksaan Istri dan Mertua Andhi Pramono

Eddhi menyebut, Andhi dalam dakwaan penuntut umum mempunyai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang telah diatur berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (Kepmenkeu) terkait organisasi dan tata kerja instansi vertical Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang didalamnya mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana diuraikan dalam Kepmenkeu.

Adapun tupoksi serta wewenang Andhi yang diuraikan dalam Kepmenkeu, menurut dia, tidak berhubungan dengan penerimaan uang sebagaimana yang didakwakan oleh penuntut umum KPK.

“Bahwa jabatan yang disandang oleh terdakwa juga dibatasi oleh lokasi (locus) yang telah ditetapkan serta mempunyai batasan waktu yang tidak berhubungan dengan penerimaan uang yang diterima oleh terdakwa yang juga berbeda dengan lokasi (locus)-nya. Bahwa tempat kegiatan mitra usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya sebagian besar berada di luar wilayah Republik Indonesia sehingga tidak berhubungan dengan jabatan terdakwa serta kegiatan tersebut tidak berlawanan dengan kewajiban tugas terdakwa,” ucap dia melansir Kompas.com.

Dengan demikian, Edhhi menilai, penerimaan uang oleh Andhi tidak berhubungan dengan jabatan pegawai negeri atau penyelenggara negara dan tidak bertentangan dengan tugas atau kewajiban penerimaan negara.

Ia mengatakan, tidak jelasnya dakwaan penuntut umum juga terlihat dalam unsur pembuatnya atau subyek delik dan unsur berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya yang tidak diuraikan fakta-fakta yang secara spesifik menjelaskan peristiwa atau proses terjadinya tindak pidana.

Baca juga: Penyidik KPK ke Batam Periksa Istri dan Mertua Andhi Pramono

“Bahwa dakwaan yang tidak jelas atau tidak lengkap tersebut menyebabkan hak-hak terdakwa dirugikan untuk melakukan pembelaan diri. Berdasarkan perumusan surat dakwaan yang tidak sesuai dari hasil pemeriksaan penyidikan maka surat dakwaan tersebut adalah surat dakwaan yang tidak jelas atau kabur alias obscuur libel,” ujar dia.

Terkait tudingan itu, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan mantan Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar, Sulawesi Selatan, Andhi Pramono.

Menurut jaksa, eksepsi Andhi Pramono yang diajukan tak berdasar. 

Jaksa KPK, Joko Hermawan menilai, dalil-dalil itu cenderung berisikan pembelaan atau pleidoi untuk diri terdakwa yang sudah disimpulkan secara sepihak oleh penasihat hukum terdakwa.

Sehingga, dalil-dalil tersebut sangat prematur dan tak relevan untuk dijadikan sebagai alasan dalam mengemukakan keberatan atau eksepsi perkara a quo.

Joko mengatakan, seandainya uraian dakwaan KPK dianggap tak jelas dan tak lengkap, hal itu tak akan mengakibatkan surat dakwaan menjadi batal demi hukum.

Hal itu, kata dia, hanyalah dalil Andhi Pramono. Joko pun menilai eksepsi dari Andhi sudah memasuki materi pokok perkara yang akan dibuktikan di persidangan. 

“Dengan demikian, alasan keberatan atau eksepsi penasihat hukum terdakwa yang mendalilkan surat dakwaan kami atas nama terdakwa Andhi Pramono tak cermat, tak jelas, dan tak lengkap sehingga dakwaan penuntut umum tak dapat diterima, adalah tidak berdasar,” ujarnya.(TribunBatam.id) (Kompas.com)

Berita Terkini