TRIBUNBATAM.id, BINTAN - Sore itu, air laut mulai surut di pesisir pantai Desa Malang Rapat, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Berbeda dengan pesisir pantai lainnya, di desa ini pengunjung pantai disuguhkan pemandangan laut yang dipenuhi pondok-pondok terapung.
Pondok kecil itu berukuran sekitar 2×3 meter. Sebagian pondok atapnya terbuat dari daun pohon kelapa. Dindingnya berasal dari susunan kayu yang dipaku. Selain itu lantainya juga terbuat dari kayu dan papan.
Makin sore, air laut makin surut. Pondok-pondok kecil ini tidak lagi mengapung. Drum-drum penahan mulai menyentuh dasar pantai.
Baca juga: Angin Kencang dan Gelombang Tinggi Terjang Puluhan Kelong di Desa Bakong Lingga
Begitu juga jangkarnya semakin jelas nampak tertambat di dasar laut.
"Ini merupakan alat tangkap ikan dan sorong yang ampuh, namanya kelong,” ujar nelayan di Desa Malang Rapat Bintan bernama Husni kepada TribunBatam.id baru-baru ini.
Ditemani secangkir kopi, pria 42 tahun itu mulai bercerita. Ia mengawali obrolannya soal kelong apung.
Diakuinya, sebagian besar warga Bintan, Kepri merupakan nelayan.
Hampir setiap hari mereka berada di laut untuk mencari ikan, dan baru pulang ke darat setelah berbulan-bulan lamanya.
Mayoritas nelayan itu menggunakan alat tangkap kelong.
Kelong digunakan untuk menangkap ikan bilis, sotong dan ikan lain.
Desa Malang Rapat, Gunung Kijang menjadi salah satu desa yang kebanyakan masyarakatnya merupakan nelayan kelong apung.
Tidak berhenti sampai di situ, tantangan nelayan menggunakan kelong apung juga ada. Mulai dari hasil yang tidak menentu hingga ancaman pencurian alat penting di atas kelong.
Apalagi sekarang mereka harus berhadapan dengan langkanya solar. Lantaran kelong apung salah satu alat tangkap yang menggunakan solar menjadi modal utama.
Menggunakan kelong untuk menangkap ikan bukan hal baru bagi Husni. Ia sudah menggunakan kelong sejak umurnya masih 16 tahun. Saat itu ia diajak ayahnya mencari ikan di perairan Bintan.