Menurutnya, dalam enam bulan belakangan hasil tangkapannya menurun drastis. Husni tak mengetahui penyebabnya. Sebagai nelayan, mereka hanya bisa pasrah dan tetap melaut.
"Biasanya dalam satu bulan saya bisa membawa Rp20 juta. Tetapi enam bulan belakangan mencari Rp 6 juta sangat sulit," ceritanya.
Biasanya 100 kilogram ikan bisa didapatnya. Sekarang mencari 10 kilogram sangatlah susah. Bahkan beberapa kali hasil tangkapan mereka nihil.
Meskipun hasil menurun, modal tetap saja harus dikeluarkan.
"Kalau dapatnya 10 kg tidak cukup untuk menutup modal, rugi yang ada," tuturnya.
Ia tidak berani membawa kelongnya ini ke laut perbatasan. Pasalnya sudah rapuh. Ia khawatir diterjang angin utara.
"Sementara sekarang, kami tidak tahu cuaca tidak menentu," ujarnya.
Ditambah lagi, jumlah kelong nelayan semakin banyak di Pesisir Desa Malang Rapat. Sedangkan ikan semakin berkurang, modal semakin naik (BBM solar naik).
"Termasuk ada satu orang di sini memiliki kelong lebih dari lima," ucap Husni lagi.
Kendati demikian, ia tak pernah putus asa. Husni tetap pergi melaut dengan alat tangkap kelong.
"Ini adalah pekerjaan utama saya. Semua biaya tergantung dari hasil laut," katanya. (TRIBUNBATAM.id/ Ronnye Lodo Laleng)
Baca berita Tribun Batam lainnya di Google News