Inspiratif

Di Balik Kisah Sukses Suwadi Jadi Pengusaha Bakso di Batam, Mulai Bisnis dari Nol

Penulis: Ucik Suwaibah
Editor: Dewi Haryati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suwadi (Sam Ferry) dan Istri, Sri Asmani saat ditemui di Warung Makan Bakso Gunung kawasan Simpang Kara, Batam, Jumat (3/1/2025)

BATAM, TRIBUNBATAM.id - Di balik kisah sukses pengusaha bakso di Batam, Suwadi atau lebih dikenal Sam Ferry, ada peran besar seorang perempuan yang setia mendampinginya, yakni Sri Asmani, istri Suwadi. 

Bersama, suami istri itu membangun usaha bakso di Batam dengan nama dagang "Bakso Gunung," dan kini memiliki delapan cabang di Batam. 

Perjalanan menuju kesuksesan yang diraih pemilik Bakso Gunung di Batam ini jauh dari kata instan. Keduanya juga merasakan jatuh bangunnya merintis usaha.

Sri mengenang masa-masa sulit mereka saat awal merantau ke Batam. 

Baca juga: Kisah Suwadi Pengusaha Bakso di Batam Viral Bangun Jalan Desa di Malang Pakai Dana Pribadi

Keduanya pernah tinggal di rumah liar (ruli) untuk menghemat setiap rupiah, demi mewujudkan impian membeli rumah sendiri. 

"Saya tidak mau ibu saya tahu kalau saya di Batam tinggal di ruli. Rasanya kalau orang tua tahu anaknya seperti itu, pasti disuruh pulang ke kampung," ungkap Sri saat ditemui di gerai Bakso Gunung di Batam, Jumat (3/1/2025).

Suami istri ini memulai usaha baksonya di Batam dari nol, tanpa pengalaman besar. 

Mereka bekerja keras, menjajakan bakso dari gerobak dorong hingga membuka warung kaki lima. 

Ketika itu, ia sadar bahwa perjuangan mereka tak hanya soal mencari rezeki, tetapi juga membangun masa depan bersama.

Keputusan besar pertama yang mereka buat adalah meninggalkan ruli dan menyewa ruko kecil untuk usaha. 

Namun, keinginan untuk punya rumah sendiri terus menjadi motivasi. 

"Saya bilang ke bapak, yang penting kita punya rumah dulu. Setelah itu kami sewa ruko, dan mengandung anak pertama, tiba-tiba ibu saya mau ke sini," ujarnya mengenang momen sekitar tahun 90an itu.

Meski penghasilan belum seberapa, ia bertekad untuk menahan keinginan, bahkan untuk hal-hal yang tampak wajar. 

"Kalau ingin sesuatu, saya pikir matang-matang, apa itu kebutuhan atau hanya keinginan. Kami istilahnya harus 'ngempet' ya bahasa Jawanya, puasa keinginan, harus menahan diri dari keinginan di luar kebutuhan," ujar Sri. 

Tinggal di ruli membuatnya belajar menahan keinginan dan menyimpan impian. 

Halaman
123

Berita Terkini