KORUPSI DIRUT PERTAMINA

Profil Riva Siahaan Dirut Pertamina Patra Niaga Tersangka Korupsi, Sulap Pertalite Jadi Pertamax

Editor: Khistian Tauqid
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PROFIL DIRUT PERTAMINA - Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan menjadi salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

"Pada akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor," ujar Qohar.

Selain itu, mereka juga menolak produksi minyak mentah dalam negeri dari KKKS dengan dalih tidak memenuhi nilai ekonomis serta tidak sesuai spesifikasi.

Padahal, kenyataannya berbanding terbalik dengan klaim dari ketiga tersangka tersebut.

"Pada saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan dua alasan tersebut, maka menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan ekspor," jelas Qohar.

Lantas PT Kilang Pertamina Internasional pun melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang yang mana perbedaan harga sangat signifikan dibanding produksi minyak bumi dalam negeri.

Sementara, terkait kegiatan ekspor minyak diduga terjadi kongkalikong di mana Riva, Sani, Agus, dan Yoki selaku perwakilan negara mengatur kesepakatan harga dengan Riza, Dimas, dan Gading selaku broker.

Kongkalikong itu berupa pengaturan harga yang diputuskan dengan melanggar peraturan demi kepentingan pribadi masing-masing.

"Seolah-olah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan demut atau broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi melalui spot yang tidak memenuhi persyaratan," jelasnya.

Lalu, deretan pelanggaran hukum kembali dilakukan ketika Riva, Sani, dan Agus memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang.

Selanjutnya, adapula Dimas dan Gading yang melakukan komunikasi ke Agus untuk memperoleh harga tinggi meski secara syarat belum terpenuhi.

Riva juga melakukan pelanggaran dimana justru membeli bahan bakar minyak (BBM) jenis RON 90 meski yang dibutuhkan adalah RON 92.

Tak cuma itu, Yoki juga diduga melakukan mark up kontrak dalam pengiriman minyak impor.

Apa yang dilakukan Yoki ini membuat negara harus menanggung biaya fee mencapai 13-15 persen. Namun, Riza justru memperoleh keuntungan.

"Sehingga tersangka MKAR (Riza) mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut," ungkap Qohar.

Qohar mengatakan rangkaian perbuatan tersangka ini membuat adanya gejolak harga BBM di masyarakat lantaran terjadi kenaikan.

Halaman
1234

Berita Terkini