TRIBUNBATAM.id, NTT - Seorang siswi SMP berusia 13 tahun di Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT), menjadi korban rudapaksa 12 pemuda. Peristiwa memilukan ini berlangsung berulang kali, sejak Juli hingga pertengahan Agustus 2025.
Kasus yang telah menghancurkan masa depan korban ini akhirnya dilaporkan keluarga ke Polres Malaka pada 16 Agustus 2025.
Malam itu juga korban langsung divisum di RSUPP Betun, lalu keesokan harinya diperiksa kembali di Mapolres Malaka.
Kapolres Malaka, AKBP Riki Ganjar Gumilar, menjelaskan laporan resmi diterima sehari setelahnya, pada 17 Agustus. Polisi kemudian memeriksa korban bersama empat saksi, serta memanggil 12 terlapor.
“Hari itu juga para terlapor ditetapkan sebagai tersangka. Dari jumlah tersebut, 11 orang dewasa sudah resmi ditahan, sedangkan satu pelaku masih berusia anak-anak,” ungkap AKBP Riki, Sabtu (23/8/2025).
Para tersangka masing-masing berinisial LKN (17), MNB (18), MADP (18), AAN (18), DPKN (24), DN (20), OJSL (23), VLF (19), FAYM (19), NPSB (18), SNB (25), dan PIN (21).
Korban pertama kali dinodai oleh LKN pada 6 Juli di sebuah pondok sawah. Sejak itu, ia berkali-kali digilir oleh pelaku lain, hingga mengalami trauma berat.
Keluarga korban mengungkapkan, aksi bejat para pelaku terjadi sedikitnya lima kali. Tiga kali pada Juli, lalu dua kali lagi pada 15 dan 16 Agustus dini hari.
Menurut kesaksian keluarga, korban kerap dijemput paksa pada tengah malam. Bila menolak, ia diancam akan ditabrak kendaraan atau bahkan dibunuh.
“Pada kejadian pertama, anak kami dibawa ke area pemakaman. Di sana sudah menunggu sejumlah pelaku lain, lalu memperkosanya bergantian,” tutur JB, keluarga korban.
Ancaman itu membuat korban bungkam. Namun, perubahan sikapnya membuat keluarga curiga hingga akhirnya korban menangis dan menceritakan segalanya.
“Anak kami trauma berat. Ia selalu menangis dan ketakutan,” kata JB.
Meski kasus sudah bergulir hampir dua pekan, korban hingga kini belum mendapat pendampingan psikologis. Plh Kepala Dinas P2KBP3A Malaka, Andreas Seran, menyebut pihaknya berencana memberikan pendampingan pada akhir September.
Keluarga mengaku kecewa karena hingga saat ini baik kepolisian maupun dinas terkait belum datang melihat kondisi korban.
“Sejak laporan kami buat, polisi hanya menelpon. Tidak ada yang datang ke rumah. Pendampingan psikologis pun belum ada,” ucap keluarga korban, Selasa (26/8/2025).