Berani Curangi Program JKN? Bersiaplah Hadapi Tim Ini

Hasil survei mengatakan di Indonesia 40 persen layanan kesehatan larinya ke obat. Padahal di negara lain hanya kisaran 16 persen.

KOMPAS.COM
Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek, Ketua KPK Agus Rahardjo dan Direktur Utama BPJS Fachmi Idris, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (19/7/2017) 

BATAM.TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) bekerja sama untuk membentuk tim penanganan kecurangan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Tim ini nanti akan bertugas memerangi potensi kecurangan yang mungkin terjadi pada program JKN. Pembentukan tim itu dituangkan dalam penandatangan kesepakatan bersama yang dilangsungkan di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (19/7/2017).

Acara tersebut dihadiri langsung Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek, Direktur Utama BPJS Fachmi Idris, dan Ketua KPK Agus Rahardjo.

Dalam sambutannya, Agus mengatakan, tim pengawas bersama itu untuk mencegah terjadinya kecurangan pada program JKN.

"Kami menjalin kerja sama KPK, Kemenkes dan BPJS hari ini ditujukan untuk melakukan bagaimana pendeteksi awal kecurangan maupun bagaimana mencegahnya," kata Agus, Rabu (19/7/2017).

Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2015 terdapat berbagai pihak yang berpotensi melakukan kecurangan dalam program JKN dan Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Mulai dari peserta, fasilitas kesehatan, hingga penyedia obat dan alat kesehatan.

Pada kasus pelayanan kesehatan, lanjut Agus, ada survei yang mengatakan di Indonesia 40 persen layanan kesehatan larinya ke obat. Padahal di negara lain hanya kisaran 16 persen.

"Ini yang kita harus cari tahu juga," ujar Agus.

Baca: Urus Izin Harus Cepat, Jokowi : Hitungannya Cuma Jam, Cuma Hari

Baca: Meski Posisi Lemah Hadapi Perppu, HTI Akan Tetap Gugat Pemerintah ke PTUN

Baca: Butuh Kerja? Cek Tawaran Kerja Sejumlah Perusahaan Berikut Ini

Agus mengatakan, dalam hal obat ini arahnya juga tentang bagaimana cara menghilangkan praktik gratifikasi yang diterima dokter. Hal lain soal kasus penjualan obat yang mahal, kemudian keluhan soal ketersediaan bahan baku obat sehingga Indonesia mesti mengimpor.

Dirut BPJS Fahmi Idris meminta para provider, dokter dan lainnya untuk tidak khawatir dengan kerja sama pencegahan kecurangan ini.

Adapun yang dimaksud kecurangan di sini, kata Fachmi, bagi yang dengan "sengaja untuk mencari keuntungan finansial". Ada tiga pedoman yang dibuat tim, yakni pedoman pencegahan kecurangan, pendeteksian dan penyelesaian.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved