Mahmud Riayat Syah Pahlawan Nasional
Sultan Mahmud Riayat Syah: Diaspora Menjaga Marwah
Inilah taknik diaspora demi menjaga marwah negeri. Sebab sultan paham, Belanda akan membalasan atas kehancuran bentengnya di Tanjungpinang.
TRIBUNBATAM.id - Dua bulan setelah berhasil menaklukkan kompeni Belanda di Tanjungpinang, Sultan Mahmud Riayat Syah membuat suatu gebrakan besar dalam titik kisar perjalanan kerajaan Riau-Johor-Pahang. Ia tahu betul tabiat dan prilaku Belanda, yang apabila dikalahkan dalam perang, maka akan menuntut balas dan membuat 1001 alasan untuk melemahkan kedaulatannya.
Betul saja, Belanda mengirimkan satu eskader pimpinan Jacob Pieter van Bram ke Tanjungpinang pada Agustus 1787 itu. Jacob Pieter van Bram adalah pimpinan yang dulu pernah mengalahkan pasukan Raja Haji Fisabilillah dalam peperangan di Ketapang dekat Malaka.
Wajar, bila kemudian Belanda menggunakan dia lagi untuk menuntut balas atas kekelahan kompeti dalam serangan yang direncanakan oleh Sultan Mahmud Riayat Syah itu.
Baca: Sultan Mahmud Riayat Syah: Siapakah Dia?
Baca: Sultan Mahmud Riayat Syah: Strategi Gerilya Laut dalam Perang
Baca: RESMI! Sultan Mahmud Riayat Syah Jadi Pahlawan Nasional Asal Kepri
Menurut penulis Buyong Adil, penulis buku Sejarah Johor (1980), Jacob dengan pasukannya datang membawa perintah untuk menghukum Sultan Mahmud Riayat Syah serta membayar ganti rugi atas seragan yang dilakukan pasukan lalun dari berbagai kerajaan itu.
Tetapi apalah daya, sultan sudah tidak berada di tempat. Sultan sudah memindahkan pusat kerajaan di Daik Lingga sehingga ia tidak bisa membalas kekalahan Belanda dan juga tidak bisa melaksanakan hukuman itu sebab sultan telah hijrah ke Daik Lingga.
Hijrah itu terjadi pada Juli 1787. Kala itu, dengan pertimbangannya, Sultan Mahmud Riayat Syah telah berbagi tugas dengan para petinggi kerajaan, termasuk Yang Dipertuan Muda (YDM) Raja Ali, Bendahara Abdul Majid dan juga Temenggung Abdul Jamal, untuk meninggalkan Riau.
Dalam catatan naskah klasik Tuhfah an-Nafis karya Raja Ali Haji disebutkan, ada ratusan kapal yang meninggalkan hulu Riau ketika itu. Mereka pergi berpencar sesuai dengan kesepakatan dan instruksi yang diberikan YDB Sultan Mahmud Riayat Syah dan YDM Raja Ali.
Maka ketika itu, sultan memilih ke Daik melalui jalur timur pulau Lingga dengan membawa sekitar 200 kapal, baik besar maupun kecil. Sedangkan sebagian lainya, seperti Temenggung Abdul Jamal hijrah ke Pulau Bulang dengan 150 kapal yang mengikuti.
Sementara Bendahara Abdul Majid meneruskan perjalanan ke Terangganu. Adapun YDM Raja Ali tetap memilih tinggal di Pulau Bayan dekat Riau.
Diaspora para petinggi kerajaan ini menyulitkan komunikasi satu sama lain dan menyulitkan juga untuk menyerangnya secara bersamaan karen pasukan Belanda yang akan menuntut balas memerlukan jumlah lebih besar.
Inilah taknik diaspora demi untuk menjaga marwah negeri. Sebab sultan paham, Belanda akan melakukan serangan balasan atas kehancuran benteng di Tanjungpinang.
Ketika Jacob Pieter van Bramm sampai di Tanjungpinang untuk menuntut balas, ia hanya menjumpai penduduk China.