Gunung Anak Krakatau Sempat Erupsi Jelang Tsunami Banten dan Lampung
Tsunami di Selat Sunda yang menerjang perairan Banten dan Lampung mengingatkan pada tragedi tsunami akibat meletusnya Gunung Krakatau pada 1883.
TRIBUNBATAM.id - Tsunami di Selat Sunda yang menerjang perairan Banten dan Lampung mengingatkan pada tragedi tsunami akibat meletusnya Gunung Krakatau pada 1883.
Tsunami menerjang Banten dan Lampung, pada Sabtu (23/12/2018) pukul 21:33 WIB diawali dengan surutnya air laut.
Badan Geologi mendeteksi pada hari Sabtu (22/12/2018) pukul 21.03 WIB Gunung Anak Krakatau mengalami erupsi kembali dan menyebabkan peralatan seismograf setempat rusak.
Saat itu, seismik Stasiun Sertung merekam adanya getaran tremor terus menerus, namun tidak ada frekuensi tinggi yang mencurigaikan.
Kemungkinan, material sedimen di sekitar Anak Gunung Krakatau di bawah laut longsor sehingga memicu tsunami.
Baca juga: Gunung Anak Krakatau Sempat Erupsi, Pos Pantai GAK Intens Pantau Ancala di Selat Sunda
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah menyampaikan secara resmi bahwa tsunami telah terjadi dan menerjang beberapa wilayah pantai di Selat Sunda.
Tsunami terjadi Sabtu (22/12/2018) malam sekitar pukul 21.33 WIB, menerjang pantai di Kabupaten Pandeglang, Serang, dan Lampung Selatan.
Perlu diketahui, erupsi Krakatau kini terjadi hampir setiap hari sejak 29 juni 2018.
Hal itu mengingatkan kita pada letusan dahsyat gunung Krakatau yang terjadi pada tahun 1883.
Saat itu, letusan dahsyat Krakatau menimbulkan awan panas setinggi 70 km dan tsunami setinggi 40 meter dan menewaskan sekitar 36.000 orang.
Dilansir dari kompas.com, jauh sebelum peneliti asing menulis tentang meletusnya Gunung Krakatau (Krakatoa, Carcata) tanggal 26, 27, dan 28 Agustus 1883, seorang pribumi telah menuliskan kesaksiaan yang amat langka dan menarik, tiga bulan pascameletusnya Krakatau, melalui Syair Lampung Karam.
Peneliti dan ahli filologi dari Leiden University, Belanda, Suryadi mengatakan hal itu kepada Kompas di Padang, Sumatera Barat, dan melalui surat elektroniknya dari Belanda, Minggu (31/8).
"Kajian-kajian ilmiah dan bibiliografi mengenai Krakatau hampir-hampir luput mencantumkan satu-satunya sumber pribumi tertulis, yang mencatat kesaksian mengenai letusan Krakatau di tahun 1883 itu. Dua tahun penelitian, saya menemukan satu-satunya kesaksian pribumi dalam bentuk tertulis, " katanya.
Baca juga: Sejarah - Syair Lampung Karam Bukti Kesaksian Warga Atas Kengerian Letusan Gunung Krakatau
Sebelum meletus tanggal 26, 27, dan 28 Agustus 1883, gunung Krakatau telah batuk-batuk sejak 20 Mei 1883.
Letusan dahsyat Krakatau menimbulkan awan panas setinggi 70 km dan tsunami setinggi 40 meter dan menewaskan sekitar 36.000 orang.