HARI INI DALAM SEJARAH
Awal Mula Serangan Umum 1 Maret 1949, Diawali Pertemuan Soeharto dengan Sultan Hamengku Buwono IX
Delapan cocor merah alias pesawat pemburu Mustang P-51 beserta pesawat pengebom Lockheed dan Mitchell mengawali serbuan Belanda atas Yogyakarta
Awal Mula Serangan Umum 1 Maret 1949, Diawali Pertemuan Soeharto dengan Sultan Hamengku Buwono IX
TRIBUNBATAM.id - Delapan cocor merah alias pesawat pemburu Mustang P-51 beserta pesawat pengebom Lockheed dan Mitchell mengawali serbuan Belanda atas Yogyakarta.
Serangan Belanda serentak mengarahkan ribuan pasukan tempur darat dan udara untuk melumpuhkan Indonesia.
Merespons situasi ini, militer Indonesia mulai merancang strategi dan berkoordinasi dengan pemerintah setempat.
Kolonel Bambang Sugeng selaku Panglima Divisi III (atasan Soeharto) memberikan arahan kepada Letkol Soeharto untuk bertindak.
Dilansir Tribunbatam.id dari Kompas.com melalui Harian Kompas 4 Maret 1977, selaku Koman Waherkruise III, Soeharto memulainya dengan menemui Sultan Hamengku Buwono IX.
Rencana melakukan perlawanan akhirnya mendapatkan persetujuan.
• Banyak Kampanye Hitam, TNI Ungkap Strategi Pengamanan yang Bakal Diterapkan Jelang Pemilu
• Tak Mampu Kerjakan PR yang Menumpuk, Pelajar Siswa SMP Ini Bunuh Diri karena Stress
• Kebijakan Kantong Plastik Tidak Gratis per 1 Maret, Walhi: Soal Sampah Plastik Bukan Hanya Membayar
Sebelum memulai gerakannya, dipilihlah tempat untuk merumuskan strategi bertempur yang tepat dan jauh dari jangkauan musuh.
Akhirnya, Desa Bibis dipilih sebagai tempat untuk merancang serangan.
Bibis terletak di Kelurahan Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta.
Lokasinya diyakini akan jauh dari pantauan mata-mata Belanda.
Soeharto dan anggotanya meminjam rumah milik Hardowijadi sebagai markas gerilya.
Di tempat inilah, Soeharto memberi komando penyerbuan, komunikasi radio dengan Jenderal Soedirman hingga Kepala Pemerintahan Darurat RI di Bukittinggi, Syafrudin Prawiranegara.
Dari serangan yang dirancang di Desa Bibis, menunjukkan bahwa Indonesia bisa melakukan perlawanan.
Harian Kompas 28 Februari 1987 menuliskan, sebelum peristiwa ini, dunia internasional menganggap TNI verstrooide benden (gerombolan bercerai-berai) dan kedatangan Belanda akan membawa ketenteraman.