Ibadah Haji 2016

Berkat Tekad dan Niat Tulus. Tukang Rumput Bisa Berangkat Haji. Seperti Ini Perjuangannya

Imbalan dari usaha penggemukan ternak tidak pernah dinikmatinya. Uang itu ditabung untuk kepentingan impiannya itu

Editor: Mairi Nandarson
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin
Mutaji dan istinya Munawaroh bercerita tentang kisahnya mencari uang untuk mendaftar haji. Dia akan berangkat pada 2 September 2016 mendatang melalui embarkasi Donohudan, Boyolali. 

“Setiap hari saya selalu mandikan (sapi) pakai air panas. Saya merawatnya rutin, bahkan tiap malam selalu kepikiran, besoknya (sapi) mau dikasih makan apa,” kisah Sutaji, saat ditemui Kompas.com, di kediamannya.

Dalam mencari rumput, dulunya ia jalan kaki menarik gerobak. Namun karena jalanan menanjak di dekat rumahnya serta jarak yang harus ditempuh, dia akhirnya mencari gledekan (kendaraan).

Beruntung, ada tetangga yang iba yang minta dirinya membeli sepeda motor seharga Rp 1 juta untuk mencari rumput.

Ia pun mencari rumput di kawasan industri. Tempat itu dicari karena banyak tanah lapang yang kosong dimana rumput tumbuh liar. Dari beternak, ia mendapati keuntungan.

“Dari 2 ekor hasil pertama menjadi 5, tahun 2010 semua dijual untuk daftar haji,” ujarnya.

Untuk menopang kebutuhan rumah tangga sehari-hari, peran Munawaroh terlihat vital.

Di rumahnya, ia bekerja sebagai penjahit pakaian.

“Jahit bajunya tetangga,” imbuh ibu tiga anak ini.

Bertahun-tahun bekerja mencari rumput inilah yang membuat Mutaji dan istinya mendapat imbalan hingga bisa cukup untuk pendaftaran haji pada 2010.

Untuk melunasi biaya haji dan uang sakunya, dia pun melakukan hal serupa hingga 2016 ini.

Imbalan dari usaha penggemukan ternak tidak pernah dinikmatinya. Uang itu ditabung untuk kepentingan impiannya itu.

“Kuncinya satu mas. Kalau anak-anak sudah setuju, kita sudah mantapkan niat, ya sudah. Kita bekerja, tinggal nanti tuhan yang menentukan,” kata Mutaji.

Hingga kini, pasangan ini masih tidak menyangka bisa menunaikan ibadah haji yang baginya sudah seperti mimpi. Saat menceritakan kisahnya, mata Mutaji sempat berkaca-kaca menahan agar air matanya tidak menetes.

Dia terharu lantaran merasa sebagai orang yang tidak berpendidikan (tidak lulus SD) ternyata masih bisa tetap berhaji.

"Saya berterimakasih kepada Allah. Saya akhirnya sudah punya biaya. Saya tidak pernah menabung uang sama sekali untuk berhaji, Rp 1.000 pun tidak. Memang jalannya seperti itu," kisahnya.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved