Miris Banyak Pemimpin Dagelan, Yusril: Kisruh DPD Bikin Orang Sesak Nafas

Menurut Yusril semua orang tahu pimpinan DPRD manapun di Indonesia ini tidak punya kewenangan mencabut Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Yusril Ihza Mahendra 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra melontarkan kritikan tajam terhadap kontroversi pelantikan ketua dan wakil ketua DPD yang berujung rjusuh Selasa, 4 April 2017 lalu.

Yusril menilai, kekisruhan itu dipicu mekanisme uji materil yang dilakukan Mahkamah Agung.

Mengacu pada pasal-pasal di UUD 45, Mahkamah Konstitusi-lah yang memiliki kewenangan menguji undang-undang.

Sementara, untuk menguji peraturan perundangan di bawah UU menjadi kewenangan MA.

"Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan kewenangannya menguji undang-undang terhadap UUD 45 bersikap tegas. Jika MK memutuskan norma undang-undang, sebagian atau seluruhnya, bertengan dengan UUD 45 maka putusan itu berlaku seketika yakni ketika palu sudah diketok oleh Ketua MK dalam sidang yg terbuka untuk umum. Putusan MK itu final dan mengikat, tak seorangpun boleh membantahnya," kata Yusril dalam keterangan tertulis, Kamis (6/4/2017).

Baca: Kemenhub Keluarkan Aturan Baru, Taksi Online Punya Waktu Transisi Dua Bulan

Baca: Populasi Ular Piton Menggila, Pemerintah Florida Terjunkan 25 Pemburu Bayaran

Yusril lalu mengingatkan kejadian di masa lalu ketika Ketua MK Mahfud MD mengetok palu menyatakan pasal UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang masa jabatan Jaksa Agung bertentangan dengan UUD 45 kecuali dimaknai bahwa jabatannya adalah 5 tahun, alias sama dengan masa kerja kabinet.

Maka setelah putusan itu diketok, detik itu juga berlaku dengan serta-merta.

Sebagai reaksi atas putusan MK saat itu, lanjut Yusril, menteri sekretaris negara saat itu, yakni Sudi Silalahi dan Staf Khusus Presiden SBY Denny Indrayana, langsung menggelar konferensi pers di Istana.

Keduanya, lanjut Yusril, mencoba berkelit dan mencoba menafsir-nafsirkan putusan MK untuk mempertahankan jabatan Jaksa Agung Hendarman Supandji.

"Namun Presiden SBY akhirnya tidak bisa berbuat apa-apa kecuali memberhentikan Hendarman dua hari setelah MK membacakan putusannya," kata Yusril.

Beda dengan MK yang bersifat tegas dalam menjalankan kewenangannya menguji undang-undang, Yusril mengatakan Mahkamah Agung menjalankan kewenangannya menguji peraturan perundan-undangan di bawah undang-undang dengan cara yang lunak.

Putusan MA yang membatalkan sebuah peraturan perundang-undangan tidaklah berlaku serta-merta, melainkan diperintahkan kepada lembaga atau instansi yang membuat peraturan itu untuk mencabutnya.

"Kalau lembaga itu tidak mencabutnya dalam waktu 90 hari, maka barulah peraturan yang dibatalkan MK dalam uji materil tidak berlaku dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat lagi. Ketentuan ini diatur dalam beberapa peraturan MA, dan terakhir dalam Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2012 yang sampai sekarang masih berlaku," ujar Yusril.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved