Korupsi Proyek KTP Elektronik
KPK Tetapkan Andi Narogong Sebagai Justice Collaborator Kasus E-KTP, Tapi Dituntut 8 Tahun
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai justice collaborator (JC) dalam kasus e-KTP.
TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai justice collaborator (JC) dalam kasus e-KTP.
Meskipun demikian, pengusaha pemenang tender proyek e-KTP ini dituntut jaksa 8 tahun penjara.
Dalam surat tuntutan yang dibacakan jaksa penuntut umum, Andi Narogong diberikan status JC karena telah memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 jo UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang perlindungan saksi korban.
Kemudian Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2011 tentang perlakuan whistle blower dan justice collaborator.
Baca: TERUNGKAP! Hampir Rp 100 Miliar Uang Suap Proyek E-KTP dari Andi Narogong Mengalir ke DPR
Baca: Setnov Enggan Bersaksi dalam Sidang Andi Narogong, Jaksa KPK Bakal Lakukan Ini
Baca: Kunci Kemenangan Proyek E-KTP Adalah Irman, Setya Novanto dan Adik Gamawan Fauzi
"Pimpinan KPK menetapkan terdakwa sebagai saksi pelaku yang bekerja sama justice collaborator," kata Jaksa Nur Haris Arhadi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (7/12/2017).
Walau mendapat status JC, jaksa KPK menegaskan pihaknya tetap menuntut Andi Narogong secara berimbang sesuai dengan perbuatan yang ditimbulkannya.
"Meskipun terdakwa berstatus sebagai justice collaborator namun penuntut umum tetap mempertimbangkan secara komprehensif tentang perbuatan terdakwa termasuk akbibat yang ditimbulkan dari perbuatan terdakwa sehingga diharapkan akan melahirkan tuntutan pidana yang adil," kata Haris.
Andi Narogong alias Andi Agustinus dituntut pidana penjara selama delapan tahun serta membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
"Kami menuntut agar majelis hakim memutuskan, menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," ujar jaksa Mufti Nur Irawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (7/12/2017).
Menurut jaksa, perbuatan Andi tidak mendukung pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.
Perbuatan Andi berakibat masif, yang menyangkut kedaulatan data kependudukan nasional.
Selain itu, jaksa menilai dampak negatif perbuatan Andi masih dirasakan sampai saat ini. Kemudian, perbuatannya telah menimbulkan kerugian negara dalam jumlah besar.
Menurut jaksa, Andi terbukti memperkaya diri sendiri, orang lain dan korporasi dalam korupsi proyek pengadaan e-KTP.
Perbuatan Andi telah membuat kerugian negara Rp 2,3 triliun.