NGERI! Pembobol Facebook Punya Kantor di Malaysia. Demi Data, Menyuap hingga Suplai Cewek
Facebook saat ini menjadi gorengan media massa setelah pembobolan database untuk kepentingan Pilpres Amerika Serikat.
TRIBUNBATAM.ID, KUALA LUMPUR - Facebook saat ini menjadi gorengan media massa setelah pembobolan database untuk kepentingan Pilpres Amerika Serikat.
Pendiri Facebook Mark Zuckenberg sudah membuat pernyataan yang mengakui adanya kebocora 50 juta data pengguna Facebook dan menyatakan bahwa kesalahan itu dilakukan oleh pihak ketiga.
Pihak ketiga yang dimaksud adalah Cambridge Analytica. Perusahaan komunikasi ini dituduh menggunakan data pengguna Facebook secara ilegal untuk membantu Donald Trump memenangkan Pilpres AS.
Sebuah informasi yang mengejutkan dari Channel 4 Inggris, ternyata perusahaan tersebut memiliki kantor di Kuala Lumpur Malaysia.
Perusahaan ini berafiliasi dengan Strategic Communication Laboratories (SCL) asal Inggris yang memiliki basis di London, New York, Washington, serta Brasil dan Malaysia.
Jangan berpikir perusahaa inemiliki kantor-kantor besar meskipun pekerjaaan mereka besar.
Kantor-kantor tersebut, menurut Cocouts.co, ternyata hanya rumah yang disewa di Damansara, pinggiran Kuala Lumpur.
Pemilik rumah mengaku tidak mengetahui rumah yang disewakannya itu digunakan oleh firma tersebut untuk skandal yang menghebohkan dunia itu.
Baca: BOCOR! Data 50 Juta Pengguna Facebook Dikantongi Timses Donald Trump
Baca: Heboh! Pendiri WhatsApp Ajak Netizen untuk Hapus Facebook! Inikah Pemicunya?
Baca: Facebook Sedang Didera Krisis, Sang CEO Mark Zuckerberg Blak-blakan Soal Kebocoran Data Pengguna
Baca: Merugi Rp 67 T Sehari, Borok Facebook Terbuka! Zuckerberg Akhirnya Blak-blakan Menjawab Tudingan!
Channel 4 baru-baru ini sedang menyelidiki pekerjaan yang dilakukan oleh perusahaan database yang berkedok bisnis film dokumenter siluman ini.
Aeorang pejabat kunci dalam organisasi ini mengatakan, mereka sudah beroperasi di Malaysia jauh sebelum Pilpres.
Mark Turnbull, direktur pelaksana Cambridge Analytica Political Global, mengakui hal ini kepada wartawan.
Pengungkapan datang di tengah penyelidikan Channel 4 tentang peran kerja Cambridge Analytica untuk kampanye Trump 2016.
"Jika Anda mengumpulkan data tentang orang-orang dan Anda mem-profil-nya, itu memberi Anda lebih banyak wawasan yang dapat Anda gunakan untuk mengetahui cara mengelompokkan populasi agar memberi mereka pesan tentang masalah yang mereka pedulikan. Bahasa serta citra yang mereka bahas menjadi perhatian kami."
"Kami telah melakukannya di Meksiko, kami telah melakukannya di Malaysia, dan sekarang kami akan pergi ke Brasil," kata Turnbull.

Cambridge Analytica juga mendaftar secara terbuka di situs web mereka, bahwa pekerjaan mereka juga membantu BN (koalisi partai pemerintahan Barisan Nasional) memenangkan "kemenangan telak" di negara bagian utara Kedah dalam Pemilihan Umum ke-13.
Hebatnya lagi, perusahaan ini juga menggunakan berbagai cara yang memalukan dalam bekerja.
Perusahaan ini kerap melakukan suap, menggunakan pensiunan intelijen, bahkan menyiapkan gadis-gadis asal Ukraina untuk mempengaruhi para politisi.
Berikut kisah di balik perusahaan yang menggunakan data untuk mendorong kampanye politik:
Pokoknya, perusahaan itu melakukan apa saja untuk mendapatkan pemilih dan mengarahkan mereka dalam pemilu untuk calon atau p[artai yang hendak dimenangkan.
"Di Amerika Serikat, kami telah memainkan peran penting dalam memenangkan pemilihan presiden dan juga pemilihan kongres dan negara bagian. Kami memiliki data lebih dari 230 juta pemilih Amerika," kata Cambridge Analytica di situs webnya.
Berbicara kepada TechCrunch pada 2017, CEO Alexander Nix mengatakan bahwa perusahaan itu selalu memperoleh lebih banyak data.
"Setiap hari kami memiliki tim yang mencari set data baru," katanya kepada situs tersebut.
Ternyata, Cambridge Analytica tidak hanya digunakan Donald Trump untuk mencapai Gedung Putih, tetapi juga terlibat dalam kampanye politik di seluruh dunia.
Secara global, Cambridge Analytica mengatakan telah bekerja di Italia, Kenya, Afrika Selatan, Kolombia, bahkan Indonesia.
Menurut New York Times dan Observer, Cambridge Analytica mencuri informasi dari 50 juta profil pengguna Facebook dan itu merupakan pelanggaran data terbesar yang pernah terjadi.
Data tersebut membantu perusahaan ini untuk merancang perangkat lunak untuk memprediksi dan mempengaruhi pilihan pemilih di kotak suara.
Psikolog Universitas Cambridge Aleksandr Kogan menciptakan aplikasi tes prediksi kepribadian, thisisyourdigitallife, yang diunduh oleh 270 ribu orang.
Christopher Wylie, mantan karyawan Cambridge Analytica mengakui kepada saluran televisi Kanada CBC bahwa perusahaan menggunakan "data pribadi yang mereka peroleh tanpa persetujuan".