Divonis 15 Tahun Penjara. Setya Novanto: Saya Sangat Syok!

Perjalanan kasus hukum mantan Ketua DPR Setya Novanto berakhir di tangan 5 anggota majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta

Editor: Mairi Nandarson
KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG
Setya Novanto saat menghadiri sidang vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/4/2018). KPK menduga Setya Novanto melakukan perbuatan melawan hukum dan atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara terkait pengadaan proyek KTP elektronik 

TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Mantan Ketua DPR RI Setya Novanto mengaku terkejut dengan vonis hakim pengadilan tindak pidana korupsi yang menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara.

Jaksa penuntut umum sebelumnya menuntut Novanto 16 tahun penjara.

Novanto menganggap hakim tak mempertimbangkan fakta sidang serta apa yang dia sampaikan dalam pemeriksaan terdakwa dan nota pembelaan.'

Baca: Inilah Pertimbangan Hakim Jatuhkan Vonis 15 Tahun Penjara untuk Setya Novanto

Baca: BREAKINGNEWS. Setya Novanto Divonis 15 Tahun Penjara!

Baca: Mantan Pengacara Setya Novanto Ini Keluhkan Sarapan Kacang Hijau di Penjara

"Saya sangat syok. Apa yang didakwakan dan apa yang disampaikan tentu perlu dipertimbangkan karena tidak sesuai dengan persidangan yang ada," ujar Novanto usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (24/4/2018).

Meski begitu, kata Novanto, ia tetap menghargai keputusan hakim.

Ia akan berkonsultasi dengan pengacara dan keluarga untuk mempertimbangkan pengajuan banding atau tidak.

"Dalam waktu dekat akan kami sampaikan," kata dia.

Novanto dianggap terbukti secara sah menguntungkan diri sendiri, merugikan keuangan negara, menyalahgunakan wewenang, dan melakukan korupsi bersama-sama pihak lain dalam proyek e-KTP.

Dia juga dianggap memperkaya diri sendiri sebanyak 7,3 juta dollar AS atau sekitar Rp 71 miliar (kurs tahun 2010) dari proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Novanto juga disebut mengintervensi proyek pengadaan tahun 2011-2013 itu bersama-sama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Baca: Kerap Dikira Operasi Plastik, Begini Pengakuan Inul Daratista, Lihat fotonya Saat Masih 85 Kg

Baca: Foto dan Video Angin Puting Beliung Jogja Ramai di Medsos. Begini Penampakannya

Baca: Jadwal Liga Champions Malam Ini Bayern Munchen vs Real Madrid di SCTV. Kick Off Pukul 01.45 WIB

Novanto yang pada saat itu masih menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar diduga memengaruhi proses penganggaran, pengadaan barang dan jasa, serta proses lelang.

Dalam tuntutan, jaksa menyebut Novanto menerima sebuah jam tangan merek Richard Mille tipe RM 011 seharga 135.000 dollar AS dari Andi Narogong dan Johannes Marliem dari perusahaan Biomorf.

Pemberian itu sebagai ucapan terima kasih karena telah meloloskan anggaran proyek e-KTP di DPR RI. Namun, karena jam tangan itu sudah dikembalikan, maka Novanto tak dibebankan untuk mengembalikan uang seharga jam tangan.

Dalam sidang sebelumnya, jaksa menuntut Novanto dengan hukuman 16 tahun penjara. Ia juga dituntut membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Dalam pertimbangan, jaksa menilai perbuatan Novanto tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.

Perbuatannya berakibat masif, menyangkut pengelolaan data kependudukan nasional yang dampaknya masih dirasakan hingga sekarang.

Perbuatannya juga menyebabkan kerugian negara dalam jumlah besar, yakni Rp 2,3 triliun.

Siapa berikutnya?

Perjalanan kasus hukum mantan Ketua DPR Setya Novanto berakhir di tangan lima anggota majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Mantan Ketua Fraksi Partai Golkar itu divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Dalam sidang putusan yang digelar pada Selasa (24/4/2018), majelis hakim juga mewajibkan Novanto membayar uang pengganti senilai Rp 66 miliar.

Tak cuma itu, Novanto juga diganjar dengan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun setelah menjalani pidana pokok.

Hukuman terhadap Novanto memang tergolong paling besar di antara tiga terdakwa sebelumnya.

Bukan hanya karena jumlah uang yang diperolehnya, tetapi juga karena statusnya yang tergolong sebagai aktor besar di balik korupsi proyek pengadaan e-KTP pada 2011-2013.

Novanto terbukti menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukannya selaku anggota DPR RI sekaligus Ketua Fraksi Partai Golkar. Menurut hakim, Novanto terbukti terlibat sejak awal pembahasan proyek e-KTP.

Keterlibatan itu dalam mengkoordinasikan anggaran, serta melakukan pertemuan dengan pihak Kementerian Dalam Negeri dan pengusaha.

Menurut hakim, Setya Novanto selaku ketua fraksi memiliki pengaruh lebih dibandingkan anggota DPR lainnya.

Novanto berwenang untuk mengkoordinasikan anggota fraksi Golkar di setiap komisi dan alat kelengkapan dewan.

Salah satunya Komisi II DPR yang bermitra dengan Kementerian Dalam Negeri dan terlibat dalam proyek pengadaan e-KTP.

Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun mendesak agar KPK menindaklanjuti nama-nama yang muncul dalam persidangan Setya Novanto.

"ICW mendorong agar KPK menelurusi dan menindaklanjuti informasi terkait sejumlah nama yang kembali disebutkan," kata Tama dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa.

Novanto diduga bukan satu-satunya aktor besar dalam kasus ini. Hal itu diakui sendiri oleh Novanto dalam persidangannya.

Kepada majelis hakim, Novanto pernah menyebut sejumlah nama anggota DPR yang memiliki kaitan dengan proyek e-KTP dan ikut menerima uang dari para pengusaha.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Setelah Setya Novanto, Siapa Aktor Besar yang Dapat Giliran Berikutnya?"
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved