PEMILU 2019
Presiden Jokowi Tak Setuju Mantan Napi Korupsi Dilarang Nyaleg. Begini Reaksi KPU dan Pengamat
KPU memastikan akan tetap melarang mantan napi kasus korupsi untuk mencalonkan diri dalam pemilu legislatif 2019 mendatang
"Drafnya akan dikirimkan pekan ini," ujar Viryan.
Draf yang dimaksud, yakni rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang pencalonan anggota DPR, anggota DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Dalam rancangan PKPU itu, larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg tertuang dalam pasal 7 ayat 1 huruf (j).
Peraturan itu berbunyi, ‘bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota adalah WNI dan harus memenuhi syarat bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak atau korupsi'.
Baca: Ini Potret Cantik Putri Diana Saat Masih Remaja, 8 Pria Tampan Inipun Tergila-gila
Baca: Pakai Baju Kembar, Penampilan Raisa Dibandingkan dengan Nagita Slavina, Begini Kata Netizen
Tidak Kaget
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengaku tak kaget dengan sikap Presiden Joko Widodo yang menolak larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi pada Pemilu Legislatif 2019.
"Kalau Presiden berpandangan demikian sebenarnya tidak mengejutkan. Karena pemerintah sudah menyampaikan pandangannya ketika rapat konsultasi dengan KPU, DPR dan Bawaslu," ujar Titi di D'Hotel, Jakarta, Selasa (29/5/2018).
Titi menganggap, sikap Komisi Pemilihan Umum yang membuat larangan tersebut telah sesuai dengan semangat menghadirkan kontestasi yang adil dan tidak diskriminatif.
Sebab, aturan yang sama yakni pelarangan mantan napi kasus korupsi untuk ikut pemilu juga diatur dalam Pemilihan Presiden dan Pemilihan anggota DPD.
"Apa yang dilakukan KPU itu sebagai bagian dari membangun sinkronisasi dan kepastian hukum di tengah penyelenggaraan Pemilu serentak," kata Titi.
"Adalah suatu yang diskriminatif jika memberlakukan persyaratan pencalonan untuk sebuah situasi yang sama dengan ketentuan yang berbeda," tegas Titi.
Titi pun menyampaikan, bagi pihak-pihak yang keberatan atau merasa dirugikan dengan aturan agar menempuh jalur hukum yang telah diatur Undang-Undang.
"Jika ada pihak-pihak yang merasa keberatan, dirugikan, ada mekanisme hukum yang bisa ditempuh," kata Titi.
Disayangkan
Pendiri sekaligus penasehat Constitutional and Electoral Reform Center (Correct) Hadar Nafis Gumay menyayangkan sikap Presiden Joko Widodo yang justru menolak larangan mantan narapidana kasus korupsi pada Pileg 2019.
"Saya kira tidak tepatlah. Kalau kemudian kali ini berkomentar dan mengambil posisi yang seperti itu, tentu sangat disayangkan," ujar Hadar di D' Hotel, Jakarta, Selasa (29/5/2018).
Hadar, undang-undang memberikan kewenangan bagi Komisi Pemilihan Umum ( KPU) untuk membuat aturan turunan atau teknis penyelenggaran kepemiluan.