Operasi Tangkap Tangan KPK

OTT KPK di Labuhanbatu: Satu Tersangka Hampir Tabrak Penyidik Lalu Kabur ke Kebun Sawit

Pangonal terlibat kasus tindak pidana korupsi terkait proyek-proyek di lingkungan Kabupaten Labuhanbatu tahun anggaran 2018.

KOMPAS.com/GARRY ANDREW
Logo Komisi Pemberantasan Korupsi di Gedung Baru KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (13/7/2017). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Labuhan Batu, Pangonal Harahap (PHH) sebagai tersangka setelah diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT).

Pangonal terlibat kasus tindak pidana korupsi terkait proyek-proyek di lingkungan Kabupaten Labuhanbatu tahun anggaran 2018.

Selain PHH, lembaga antirasuah tersebut juga menetapkan dua tersangka lainnya dari unsur swasta. Keduanya adalah Umar Ritonga (UMR) dan Effendy Sahputra (ES).

Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengatakan, uang dugaan suap yang diamankan sebagai barang bukti Rp 500 juta sebagai bagian dari pemenuhan dari permintaan bupati sekitar Rp 3 miliar.

"Diduga uang tersebut bersumber dari pencarian dana pembayaran proyek pembangunan RSUD Rantau Prapat Kabupaten Labuhanbatu," kata Saut di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (18/7/2018).

Sebelumnya, sekitar bulan Juli 2018, diduga telah terjadi penyerahan cek sebesar Rp 1,5 miliar, namun tidak berhasil dicairkan.

Baca: Saat OTT Anggota DPR, KPK Temukan Rp500 Juta dan Bawa 9 Orang untuk Diperiksa

Baca: KPK Tangkap Bupati Labuhan Batu di Bandara Soekarno Hatta, Begini Kejadiannya

Baca: OTT Pungli SMPN 10 Sei Panas. Dua Perempuan Turut Diamankan Tim Saber Pungli Polres Barelang

Saut menjelaskan, dalam OTT yang dilakukan pada Selasa (17/7/2018) itu, KPK mengidentifikasi adanya penerimaan uang dari ES kepada PHH melalui beberapa pihak sebagai perantara.

"Diduga ES mengeluarkan cek senilai Rp 567 juta. Pada Selasa sore ES menghubungi H untuk mencairkan cek tersebut dan menitipkan uang tersebut pada H untuk diambil oleh UMR," ujar Saut.

Kemudian, Selasa sore, sesuai perintah ES, UMR menuju Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sumatra Utara.

"Sebelumnya yang bersangkutan menghubungi AT (orang kepercayaan ES) untuk bertemu di BPD Sumut dengan modus 'menitipkan uang' yang sudah disepakati sebelumnya," terang Saut.

Lalu setelah AT melakukan penarikan sebesar Rp 567 juta, kemudian sebesar Rp 16 juta diambil oleh dirinya sendiri dan Rp 61 juta ditransfer ke ES, serta Rp 500 juta dalam tas kresek dititipkan pada petugas bank dan kemudian pergi meninggalkan bank.

"Sekitar pukul 18.15 WIB, UMR kemudian datang ke bank dan mengambil uang Rp 500 juta tersebut pada petugas bank, dan membawa keluar dari bank," ungkap Saut.

Di luar bank, tim penyidik KPK menghadang mobil UMR dan memperlihatkan tanda pengenal.

"UMR melakukan perlawanan dan hampir menabrak pegawai KPK yang sedang bertugas saat itu. Saat itu kondisi hujan dan sempat terjadi kejar-kejaran antara mobil tim KPK dan UMR. Hingga kemudian UMR diduga berpindah-pindah tempat, sempat pergi ke lokasi kebun sawit dan daerah rawa di sekitar lokasi. Tim memutuskan untuk mencari pihak lain yang juga perlu diamankan segera dalam kasus ini," tutur Saut.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved