BATAM TERKINI

Batam Disebut Luar Negeri Karena FTZ, Pengusaha Gerah dan Ungkap Keanehan FTZ di Batam

Para pelaku usaha di Batam mengeluhkan berbagai persoalan yang mereka alami selama menjalankan usahanya saat mengikuti dialog investasi.

Penulis: Dewi Haryati |
TRIBUNBATAM.id/ARGIANTO
Kepala BP Batam Edy Putra Irawady 

TRIBUNBATAM.id, BATAM - Para pelaku usaha di Batam mengeluhkan berbagai persoalan yang mereka alami selama menjalankan usahanya saat mengikuti dialog investasi yang digelar Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Menurut Kepala BP Batam, persoalan yang umumnya dikeluhkan para pengusaha adalah terkait operasional perizinan.

"Banyak perizinan seperti untuk mengadakan bahan baku, masih ke tataniaga. Padahal di sini FTZ (free trade zone). Bebas keluar masuk. Kenyataannya, untuk bahan baku ada ketentuan yang membatasi tak boleh masuk," kata Edy, Jumat (15/2/2019).

Begitu juga untuk izin ekspor.

Menurut pria yang pernah menjabat sebagai staf khusus di Kemenko Perekonomian itu, implementasinya tak sesuai regulasi.

"Banyak yang aneh. Kok masih ada izin ekspor. Padahal ekspor tak perlu izin. Kemarin menteri-menteri bilang dihapuskan hambatan ekspor, kenyataannya ada izin ekspor," ujarnya.

"Ada izin ekspor karena administrasi harus bawa dokumen ke Jakarta. Dari lima hari jadi 10 hari. Tapi ini kasusnya untuk tertentu saja, bukan total," sambungnya.

Kirim Barang Lewat Kantor Pos, Jangan Lupa Isi Deskripsi Barang, Ini Alasannya!

20 Ribu Paket Menumpuk di Kantor Pos Batam Tunggu Antrean X-Ray Bea Cukai

Kirim Barang dari Batam Termasuk Impor, Ternyata Ini Penyebab Barang Menumpuk di Jasa Ekspedisi

Menurut Edy, banyak hal menarik yang disampaikan para pelaku usaha dari dialog investasi itu.

Termasuk juga keluhan soal Standar Nasional Indonesia (SNI). Banyak pelaku usaha yang mengeluhkan syarat SNI diberlakukan untuk bahan baku.

"SNI ini kan syarat edar. Ketika beredar untuk melindungi konsumen harus ada SNI. Bukan untuk syarat impor atau syarat ekspor," kata Edy.

"Barang keluar dari Batam kan tak ada konsumennya. Apa yang mau dilindungi. Kenapa diminta syarat. Kenapa harus pakai SNI. Satu produk banyak SNI, jadi banyak nomor-nomor SNI. Bagi mereka ini tak perlu. Tapi soal ini selesai, ini bukan persoalan tunggal. Hanya implementasi saja," sambungnya.

Edy mulai terbuka dengan persoalan-persoalan yang dikeluhkan para pelaku usaha.

Sementara soal eksternal yang dikeluhkan pelaku usaha, menyangkut anti dumping baja, masalah limbah, kemudian impor bahan baku plastik yang harus minta ke pusat.

"Sekarang kan terhenti karena ada surat dari Bea dan Cukai yang mengatakan sementara ini pemasukan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) distop dulu sampai waktu tertentu. Untuk kepastian usaha, kita minta pusat pastikan dulu. Karena ini untuk ekspor. Tak ada untuk Batam, Kenapa ekspor dipenuhi ketentuan seperti itu. Kita kan mau tingkatkan ekspor," kata Edy.

Terpisah, Wakil Ketua Koordinator Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepri, Tjaw Hioeng mengatakan, di antara persoalan yang pelaku usaha keluhkan yakni soal persetujuan impor.

"Kenapa harus sampai ke Kemendag. Pak Kepala menilai, ada aturan yang harus disinkronkan. Karena dulu itu ada pasal tertentu yang mengecualikan untuk kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Sekarang setiap kali ajukan importasi bahan baku harus ada izin impor. Dulu tak ada," ujar Tjaw. (wie)

Batam Dianggap Luar Negeri

Dampak status Batam sebagai FTZ sehingga Batam dianggap luar negeri juga sangat dikeluhkan para pedagang online. Yakni terkait mekanisme pengiriman barang melalui ekspedisi ke luar Batam.

Sebelumnya diberitakan, para penjual online shop menjerit akibat aturan yang diterapkan Bea Cukai terkait pengiriman barang dari Batam keluar kota.

Sebab, paket barang yang dikirim keluar Batam lewat jasa pos, dan perusahaan jasa titipan (PJT)  lama sampai ke alamat penerima. Bahkan bisa membutuhkan waktu 7 hari lebih.

Menanggapi keluhan ini, Manajer Penjualan Kantor Pos Batam, M Taufik mengakui, per 1 Februari kemarin, ada perubahan alur pemeriksaan barang yang diterapkan Bea dan Cukai dengan sistem Customs and Excise Information System and Automation (CEISA), utamanya di Kantor Pos Batam.

Jika sebelumnya paket yang dikirim tak dicek atau sortir satu per satu, kini mesti dicek atau disortir satu per satu terlebih dahulu, baru kemudian ke tahapan X-ray untuk melihat isinya.

"Sekarang sistemnya berubah," kata Taufik, Senin (11/2/2019) di kantor pos cabang Batam di Batam Center.

Ia menilai kebijakan ini diterapkan untuk mengantisipasi kebocoran pajak.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK), katanya, pengiriman paket barang keluar daerah lewat Batam, ditentukan nilai barangnya sebesar 75  dolar Amerika Serikat per hari.

Lewat dari itu, mesti dikenakan pajak.

"Misal mau kirim online shop ke Jakarta atas nama M Taufik, lewat pos nilai barangnya 20 US dolar. Kirim lagi lewat JNE dan JNT dengan nama dan alamat yang sama, nilai barangnya 20 US dolar, kirim lagi lewat Lion Parcel dengan nama dan alamat sama 20 US dolar, dengan jasa lain nilai barangnya 30 US dolar. Nah kelebihan dari 75 US dolar ini, dikenai pajak," kata Taufik.

Aturan ini hanya berlaku di Batam. Karena Batam merupakan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan Bebas Batam.

"Batam disamakan daerahnya dengan wilayah luar negeri. Jadi kalau kita mau kirim paket barang ke Jakarta, jatuhnya impor. Kalau dari Jakarta kirim ke Batam, ekspor," ujarnya. 

Paket Lama Diproses

Sebelumnya diberitakan, masyarakat Batam kembali berteriak. Setelah kenaikan harga tiket pesawat, penerapan bagasi berbayar oleh pihak maskapai penerbangan dan kenaikan tarif kargo pesawat, kini giliran pengiriman paket tujuan luar daerah terhambat.

Yang paling terpukul, adalah mereka yang kini menyambung hidupnya dengan berdagang online.

Karena perkiraan target pengiriman barang bisa hampir seminggu lebih baru bisa terkirim ke tempat tujuan. Tak sesuai harapan.

Keluhan itu mereka sampaikan lewat media sosial. Seperti yang disampaikan netizen, Desmita Mulyadi.

Ia mengatakan, awalnya dia menganggur karena perusahaan di tempatnya bekerja sudah tutup.

Kemudian dia mencoba peruntungannya dengan berjualan. Ada sedikit harapan ketika mencoba usaha itu.

FOLLOW JUGA :

"Tak berapa lama digeluti malah stuck di pengiriman. Baru mulai dipercaya pelanggan luar kota, ternyata malah dianggap menipu. Karena uang udah diterima sementara barang tak bisa dikirim. Demikian curhat teman-teman pedagang online Batam belakangan ini," tulis Desmita sembari menyertakan foto tumpukan barang di salah satu jasa pengiriman barang.

Ia berharap pemerintah mendukung kemandirian yang dilakukan masyarakat, untuk mencari peluang kerja.

Netizen lain, Husin Intan juga mengeluhkan lambatnya pengiriman barang oleh perusahaan jasa titipan (PJT), saat ini.

"Sudah lebih dari satu minggu tidak bergerak gara-gara pemerintah. Lama-lama jadi tidak simpati lagi dengan pemerintah sekarang," keluhnya.

Pun sama yang dikeluhkan netizen Chen Po. Kemarin ia baru mendatangi Kantor Pos.

Karena pengiriman barangnya dari tanggal 1 Februari kemarin, belum juga diproses, dan baru akan diproses pada 8 Februari.

Dari informasi yang didapatnya, kini semua barang kiriman harus di-scan dan sortir satu per satu oleh Bea dan Cukai.

"Makanya barang numpuk, tak bisa terkirim. Total paket yang tersangkut ada 21 ribu paket kata CS pos. Paket mau dicancel juga tak bisa. Karena terlalu banyak, pos menolak pembatalan," tulis Chen Po.

Proses Gunakan Aplikasi Barang Kiriman

Sementara itu, Kabid Bimbingan Kepatuhan dan Layanan Informasi (BKLI) Bea dan Cukai Batam, Sumarna yang dikonfirmasi Tribun, menjawab persoalan pengiriman barang yang terjadi saat ini di perusahaan jasa titipan (PJT), maupun pos.

"Mulai tanggal 29 Januari lalu, kami mengimplementasikan sistem aplikasi barang kiriman. Hal-hal yang membuat lambatnya layanan barang kiriman, adalah data PJT yang belum sinkron dengan CEISA (Customs-Excise Information System and Automation) kami, serta barcode yang belum standar," kata Sumarna, Sabtu (9/2).

Iapun mempertegas, jika keterlambatan pengiriman barang ini bukan karena adanya peraturan baru.

Juga bukan karena sumber daya manusia (SDM) di BC Batam yang kurang, seperti yang dikeluhkan masyarakat.

Melainkan karena mereka mulai menggunakan sistem aplikasi pengiriman.

Saat ini dari pihak PJT dan BC masih terus melakukan evaluasi, untuk mengatasi permasalahan ini. Untuk SDM, pihaknya juga sudah menambah personel di kantor pos dan bandara.

"Meski kami sudah melakukan asistensi dan edukasi jauh-jauh hari sebelumnya, PJT sepertinya tidak segera menyesuaikan dengan sistem aplikasi kami," ujarnya.

Disinggung soal target waktu kapan bisa selesai, Sumarna belum bisa memastikannya.

"Mudah-mudahan bisa cepat. Kami dengan PJT lagi terus berusaha mensinkronkannya," kata Sumarna.

Sementara itu, hingga saat ini Tribun belum mendapat konfirmasi terkait penumpukan barang yang terjadi di Kantor Pos. (wie)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved