BATAM TERKINI
Pulau Buntal Batam Tergerus Tambang Pasir, Anggota DPRD: Apapun Alasannya, Itu Ilegal!
Anggota DPRD Batam Ruslan Ali Wasyim angkat bicara terkait tambang pasir ilegal yang membuat Pulau Buntal tergerus dan nyaris tenggelam.
TRIBUNBATAM.id, BATAM – Eksploitasi yang terjadi di Pulau Buntal, pulau ‘seksi’ buruan para pelaku tambang pasir, di Kecamatan Nongsa, Kota Batam, belakangan mendapat perhatian banyak pihak.
Diketahui, pulau seluas dua hektare ini nyaris hilang akibat aktivitas tambang pasir ilegal.
Kini, pulau yang berada di sekitar perairan Sungai Nyang, Kecamatan Nongsa, Kota Batam, itu pun hanya menyisakan ‘puing-puing’ kejayaannya sekitar 50 meter persegi.
Komentar pun dari berbagai kalangan mengenai keberadaan pulau ini.
Tak hanya masyarakat, beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam turut memberikan perhatiannya.
Salah satunya adalah sekretaris Komisi I DPRD Kota Batam, Ruslan Ali Wasyim.
Pria asli Nongsa ini pun menyebut, aktivitas penambangan di pulau itu telah terjadi sejak lama.
Pernah bermasalah, aktivitas penambangan pasir di sana menurutnya merupakan suatu perbuatan ilegal.
• Dulu 2 Hektare, Kini Pulau Buntal Batam Tersisa 50 M2, Warga: Pasir Diambil Pakai Alat
• Pulau Buntal Batam Nyaris Tenggelam Akibat Penambangan Pasir, DPRD Batam Akan Cek Langsung
“Apa pun alasannya, pasti itu tak memiliki izin,” katanya saat dihubungi, Rabu (21/8/2019) malam, sambil sedikit bertanya terkait aktivitas penambangan yang dilakukan apakah penambangan pasir darat ataupun pasir laut.
Sebagai putra kelahiran Nongsa, ia pun turut prihatin dengan keberadaan Pulau Buntal yang kini tinggal menyisakan ‘cerita kelam’.
Terkait aktivitas penambangan pasir ilegal, Tribun mencatat ada beberapa pulau yang juga ‘hilang’ akibatnya.
Selain Pulau Buntal, Kota Batam, beberapa pulau lain di daerah berbeda ikut terkena dampak tambang pasir.
Tercatat, sebanyak tiga pulau di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepri, seperti Pulau Citlim, Pulau Sebaik, dan Pulau Pandanan pun juga nyaris ‘hilang’ akibat aktivitas itu.
Nyaris Tenggelam
Pulau Buntal di Kelurahan Batu Besar, Kecamatan Nongsa, Kota Batam yang nyaris tenggelam akibat eksploitasi pasir laut meninggalkan kisah pilu.
Pulau yang awalnya seluas 2 hektare kini hanya tersisa 50 meter persegi saja.
“Oh iya, dulu memang di sana (Pulau Buntal) ada beberapa aktivitas penyedotan pasir gitu,” ucap seorang guru, Taufik, kepada Tribun saat mengingat kisah ‘tenggelamnya’ Pulau Buntal, Kota Batam.
Ia juga menyayangkan jika aktifitas tambang pasir di sana tetap berjalan.
“Ya untung saja sekarang sudah tidak ada aktivitas lagi, kalau tidak habis sudah pulau itu,” sambungnya.
Cerita berbeda juga disampaikan mantan Ketua RT 003/RW 014 Kelurahan Batu Besar, Kecamatan Nongsa, Kota Batam, Harno.
Saat dihubungi, Senin (19/8/2019), Harno sempat terdiam sejenak.
Sambil berusaha mengingat detail ceritanya, ia pun tak membantah aktivitas tambang pasir di pulau itu.
• Pulau Buntal Batam Nyaris Tenggelam Akibat Penambangan Pasir, DPRD Batam Akan Cek Langsung
• Tambang Pasir Ilegal Pulau Buntal Batam, Siapa Dibalik Tambang yang Bikin Pulau Nyaris Tenggelam
• Soal Tambang Pasir Ilegal di Pulau Buntal Batam, Walikota: Rudi Tak Pernah Tandatangan
“Itu sudah lama, kira-kira tahun 2009 atau 2010 kejadiannya. Saat itu memang ada tambang dan sedot pasir di sana,” katanya membuka cerita.
Menilik cerita darinya, diketahui aktivitas itu merupakan perbuatan ilegal.
“Ilegal itu kan? Soalnya yang kerja juga tidak melapor ke saya, padahal saya RT di sana, dan memang tidak ada pemberitahuan dari perangkat di atas (Kelurahan),” sambungnya sambil terus bercerita.
Darinya pula diketahui, masih ada beberapa sisa Pulau Buntal lainnya yang ‘lolos’ dari target pengerjaan proyek tambang pasir.
“Pulau itu bukan yang itu aja (sisanya), tapi ada rangkaian beberapa pulau. Yang kalian lihat itu sisanya, yang lain sudah habis,” ucapnya menerangkan kondisi Pulau Buntal saat ini.
Pulau Buntal tinggal cerita ‘kelam’ belaka.
Harno mengatakan, di pulau ini dulu terlihat beberapa selang penyedot pasir yang ditanam.
“Kalau beko (mesin alat erat) itu di pinggiran sungai diletakkannya. Kalau di sekitar pulau, dipasang alat penyedot ke dalam sungai (Sungai Nyang),” ungkapnya.
Ia juga menyebut, beberapa selang penyedot itu ditanam dengan menggunakan Kapal Tongkang untuk membawanya menuju sungai.
“Tapi kalau pemilik proyek atau lahan saya tidak tahu siapa? Karena memang tidak ada melapor,” terangnya lagi.
Sebelumnya, Lurah Batu Besar, Badri, juga turut memberikan komentarnya perihal ini.
Walau tak tahu banyak tentang tragedi di Pulau Buntal, Badri menjelaskan, aktifitas penambangan pasir di sekitar pulau menggunakan cara penyedotan dari dasar perairan.
Namun, saat polemik terjadi, Badri mengaku dirinya belum ditugaskan di kelurahan ini.
“Lurah lama mungkin tahu seperti apa. Yang jelas, berbicara penambangan pasir itu ilegal. Sulit untuk izinnya, apalagi berdampak pada lingkungan hidup,” jelasnya lagi.
Pantauan Tribun saat menyisiri pulau dengan perahu milik nelayan, diketahui Pulau Buntal sendiri berada di sekitar perairan Sungai Nyang, Kecamatan Nongsa.
Perairan sungai ini menghubungkan dua kecamatan berbeda, Kecamatan Nongsa dan Kecamatan Batam Kota.
Pulau Buntal tak dapat diakses dengan menggunakan kendaraan bermotor.
Jika ingin melihatnya, warga dapat datang ke daerah bakau sekitar Taman Yasmin Kebun, Kelurahan Batu Besar, Kecamatan Nongsa, Kota Batam.
Di ujung jalan, warga nantinya akan melihat sebuah pendopo kecil di sekitar tepian Sungai Nyang, Kecamatan Nongsa.
Dari situ, Pulau Buntal terlihat ‘berdiri tegak’ dengan sisa-sisa kejayaannya.
Namun, warga juga dapat mengaksesnya melalui jalur sungai Kampung Kelembak, Kelurahan Sambau, Kecamatan Nongsa, Kota Batam.
Dari kampung ini, warga dapat menggunakan sampan untuk sampai ke tempat tujuan.
Menyisiri Pulau Buntal dengan sampan pun mendatangkan keindahan sendiri.
Warga akan disuguhkan dengan pemandangan hutan bakau di sekitar Sungai Nyang Nongsa.
Selain itu, warga juga akan mendapatkan keindahan lainnya, seperti melihat aktifitas nelayan di sekitar sungai.
“Kami hanya ingin aktifitas itu (penambangan dan penimbunan pasir) dapat dihentikan. Karena merusak ekosistem laut,” ucap salah satu nelayan. (tribunbatam.id/dipanusantara)