Tak Yakin Menang di WTO, Ini Alasan China Membawa Kasus Tarif AS ke Pengadilan Internasional
Langkah China untuk mengadu ke WTO yang bermarkas di Jenewa itu sebenarnya diikuti rasa pesimis WTO bisa "menghukum" Amerika Serikat.
Hal itu karena China adalah penguasa dunia untuk sektor manufaktur.
Bahkan, kebijakan China menerapkan tarif untuk prduk-produk pertanian dan migas AS senilai US$ 75 miliar yang memicu pengenaan tarif kedua oleh Washington, diduga sengaja untuk memprovokasi.
Tidak heran jika Trump marah dengan kebijakan itu karen dinilai mengandung unsur politis karena hal ini akan membuat sektor pertanian AS tertekan.
Asal tahu saja, petani adalah pemilih utama Presiden Trump yang akan menghadapi Pemilu pada 2020 nanti.
Kedua, AS akan menuju musim dingin dan hampir 85 persen produk ritel untuk kebutuhan musim dingin, termasuk kebutuhan Natal, diimpor dari China.
Tidak heran, ketika AS menerapkan tarif baru tersebut, menimbulkan kemarahan asosiasi pengusaha ritel di negara itu.
Menurut mereka, butuh setidaknya enam tahun untuk mencari produsen pengganti.
Kaus kaki dan sarung tangan untuk kebutuhan Natal, misalnya, 95 persen diimpor dari China. Bahkan konsol game, 98 persen berasal dari China.
Belum lagi asesoris lain seperti lampu-lampu Natal, boneka, mainan anak-anak, sepatu, pernak-pernik Natal dan berbagai kebutuhan rumah tangga lainnya.
Salah satu yang membuat gusar Trump adalah, China menghentikan ekspor fentanyl, obat pereda nyeri yang digunakan untuk meredakan rasa sakit yang hebat.
Obat ini adalah satu obat bius ketika pasien akan menjalani operasi.
"Teman saya, Presiden Xi mengatakan bahwa dia akan menghentikan penjualan Fentanyl ke Amerika Serikat --ini tidak pernah terjadi, dan banyak orang Amerika akan mati!" kata Trump di Twitternya bulan lalu.
Pertemuan Trump dan Xi di KTT G20 Osaka, Jepang, Juni lalu, sempat membawa kabar baik, karena ia mengumumkan sendiri penundaan pengenaan tarif baru tersebut, termasuk mencabut embargo terhadap Huaewi.
Namun, seminggu kemudian, Trump mengubah pikiran kembali setelah negtosiatornya gagal memaksa Beijing untuk menentukan jumlah dan jenis produk pertanian yang akan diimpor dalam pertemuan di Shanghai.
Trump kembali emosional dan langsung mengubah keputusannya dalam waktu cepat.